Fiqh, Qanun, Syariah dan Hukum Islam

PENDAHULUAN

Manusia adalah mahluk bermasyarakat, yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia memerlukan pertolongan satu sama lainnya dan persatuan dalam memperoleh kemajuannya. Disamping itu tiap-tiap individu manusia, memiliki kepentingan dari awal sampai akhir hidupnya, bahkan sebelum dilahirkan ke dunia memiliki kepentingan juga sampai sesudah dikuburkannya.
Tiap-tiap kepentingan antara satu dengan yang lainnya ada yang sama dan ada yang berbeda dan bahkan ada yang bertentangan sehingga menimbulkan konflik. Semua ini memerlukan perlindungan dan pengaturan. Karena setiap individu manusia mempunyai keinginan dan untuk memperoleh keinginan tersebut akan timbul persaingan, perlombaan, penyerobotan, penganiayaan, dsb.
Supaya keadilan tetap hidup dan tata tertib hidup dapat dipelihara dengan semestinya diperlukan adanya aturan, hukum, dan undang-undang yang dapat melaksanakan dengan sempurna dan seksama untuk mencegah ketidakteraturan dan ketidakadilan agar kepentingan bersama dapat dilaksanakan seperti yang diharuskan oleh peraturan tersebut.



PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN FIQIH, QANUN, SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
·         Pengertian Fiqh
Kata fiqh secara arti kata berarti paham yang mendalam firman Allah dalam surat At-Taubah:122
Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$#
Artinya : Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. . . .
Bila paham dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriah, maka fiqih berarti paham yang menyampaikan ilmu “Zhahir” kepada ilmu batin. Karena itulah Al-Tirmizi menyebutkan fiqh tentang sesuatu yang mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa fiqh atau paham tidak sama dengan ilmu. Meskipun belum menjadi ilmu, paham adalah fikiran yang baik dari kesiapannya menangkap apa yang dituntut.
Secara definitif Ibnu Subki dalam kitabnya Jam’u al-Jawami fiqh berarti :
Artinya : Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili.
Dalam definisi ini fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu semacam ilmu pengetahuan. Fiqh itu bersifat zanni, karena ia adalah hasil apa yang dapat dicapai melalui ijtihadnya para mujtahid, sedangkan ilmu mengandung arti suatu yang pasti atau qath’iy.
Kata “hukum” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqih itu berbicara tentang hukum. Kata hukum dalam definisi ini ditulis dalam bentuk jamak, adalah untuk menjelaskan bahwa fiqih itu perangkat aturan yang disebut hukum.
Kata “Syar’iyah atau Syar’iah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqih itu menyangkut ketentuan atau aturan-aturan yang bersifat syar’i yaitu, sesuatu yang berasal dari kehendak Allah.
Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi di atas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk perbuatan manusia yang bersifat lahiriah.
Penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqih itu adalah hasil penggalian, penemuan, penganalisaan, dan penentuan ketetapan tentang hukum.
Kata “tafsili” dalam definisi ini menjelaskan tentang dalil-dalil atau petunjuk yang di gunakan oleh mujtahid dalam penggalian dan penemuannya.
Syaifuddin Al-amidi memberikan definisi fiqih yang berbeda dengan definisi di atas yaitu: “ilmu tentang seperangkat hukum-hukum syara yang bersifat furu’iah yang berhasil di dapatkan melalui penalaran atau istidlal”.
Dengan menganalisis kedua definisi tersebut di atas dapat dirumuskan hakikat dari fiqih itu sebagai berikut:
1.      Fiqih itu ilmu tentang hukum Allah
2.      Yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat furu’iah
3.      Pengertian tentang hukum Allah itu didasarkan dalam dalil tafsili
4.      Fiqih itu digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih
·         Pengertian Syari’ah
Secara leksikal Syari’ah berarti, jalan ke tempat pengairan atau jalan yang harus di ikuti atau tempat lalu air dari sungai.
Kata Syari’ah atau yang seakar dari itu muncul beberapa kali dalam Al-Qur’an seperti dalam.
1.      QS.Al Maidah : 48
!4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷ŽÅ° %[`$yg÷YÏBur
Artinya : Untuk tiap-tiap umat, kami berikan aturan dan jalan yang terang.


2.      QS.Al-Syura : 13
* tíuŽŸ° Nä3s9 z`ÏiB ÈûïÏe$!$# $tB 4Óœ»ur ¾ÏmÎ/ %[nqçR
Artinya : Dia telah mensyariatkan bagimu tentang agama, apa yang telah diwariskan padamu.
3.      QS.Al-Jasiyah : 18
¢OèO y7»oYù=yèy_ 4n?tã 7pyèƒÎŽŸ° z`ÏiB ̍øBF{$# $yg÷èÎ7¨?$$sù
Artinya : Kemudian kami jadikan kamu berada atas suatu Syariah dari urusan (agama) maka ikutilah syariah itu.
            Kesamaan syariat islam dengan jalan air adalah dari segi bahwa siapa yang mengikuti syariah itu dia akan mengalir dan bersih jiwanya . Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan, sebagaimana dia menjadikan syariah sebagai penyebab kehidupan jiwa manusia.
            Di antara para pakar hukum islam memberikan devinisi kepada syariah itu dengan “segala titah Allah yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar mengenai akhlak manusia.”
            Mahmud Syaltut mengartikan syariah dengan “hukum-hukum dan aturan-aturan yang di tetapkan Allah bagi hambanya untuk di ikuti dalam hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan sesama manusia dan alam sekitarnya.”
            Dr. Faroukh Abu zaid menjelaskan bahwa syariah adalah “apa-apa yang di tetapkan Allah melalui lisan nabinya.” Allah adalah pembuat syariah yang menyangkut kehidupan agama dan kehidupan dunia.
·         Pengertian Hukum Islam
Hukum islam merupakan rangkaian dari kata “hukum” dan kata “islam.” Kedua kata ini secara terpisah merupakan kata yang di gunakan dalam bahasa arab dan banyak terdapat dalam Al-qur’an dan bahasa Indonesia baku.
Hukum dalam             arti sederhana yaitu, “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun oleh orang yang diberi wewenang oleh masyarakat tersebut, berlaku dan mengikat seluruh anggotanya”.
Bila kata hukum menurut pengertian di atas dihubungkan dengan kata islam, maka hukum islam akan berarti: “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan atau sunah Rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf yang di akui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama islam”.
Kajian tentang Hukum Islam mengandung dua bidang pokok yang masing-masing cakupannya yaitu :
1.      Kajian tentang perangkat peraturan terinci yang bersifat amaliah dan harus di ikuti umat Islam dalam kehidupan beragama. Inilah yang secara sederhana disebut fiqih dalam arti khusus dengan segala lingkup bahasanya.
2.      Kajian tentang ketentuan serta cara dan usaha yang sistematis dalam menghasilkan perangkat peraturan yang terinci atau disebut juga Ushul Fiqih atau dalam arti lain sistem metodologi fiqih.
·         Pengertian Qanun
Qanun berarti undang-undang. Pada awalnya dipakai dalam arti garisan, kemudian dipakai dalam arti kaidah. Dalam bahasa arab qanun berarti ukuran. Ulama ushul mempergunakan kata qanu dalam arti pencipta undang-undang. Qanun dalam arti kaidah tidak sama dalam arti fiqih, karena kaidah fiqih itu mencakup bagian ibadah dan muamalah, sedangkan kaidah sebagai kata qanun hanyalah mengenai urusan muamalah saja.

B.     RUANG LINGKUP STUDI FIQH
1.      Fiqh Ibadah sebagaimana dikemukakan oleh Mustahafa Zarqa adalah ketentuan – ketentuan hukum yang berkaitan dengan penghambaaan seorang mukalllaf kepada Allah sebagai tuhannya. Yang dimaksud dengan penghambaan adalah rangkaian peribadatan yang harus dilakukan setiap mukallaf dan dijalankan semata-mata untuk mengabdi kepada allah serta taat terhadap segala perintahNya. Oleh sebab itu para ulama menyebut jenis ibadah ini  sebagai ibadah mahdhah, yakni peribadatan yang dilakukan semata-mata hanya untuk mengabdi kepadaNya. Tujuan disyariatkannya ketentuan-ketantuan hukum tentang peribadatan ini adalah dalam rangka memelihara aspek keagamaan, yakni untuk memenuhi salah satu dari tuntutan kepercayaan teologis, karena menjalankan rangkaian ibadah mahdhah ini merupakan manifestasi dari tuntutan doktrin kepercayaan kepada Allah dan RasulNya.
2.      Fiqh Muamallah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha memperoleh dan memperkembangkan harta, jual-beli, hutang-piutang dan jasa penitipan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka yang dipahami dari dalil-dalil syara’ yang terperinci. Ciri utama fiqh muamallah adalah terdapatnya kepentingan keuntungan material dalam proses akad dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiqh ibadah yang dilakukan semata-mata ketaatan kepada Allah tanpa ada tendensi kepentingan material. Tujuan dari disya’riatkannya ketentuan-ketentuan hukum ini adalah dalam rangka menjaga kepantingan orang-orang mukallaf terhadap harta mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang lain dan dapat memanfaatkan harta miliknya itu untuk memenuhi kepentingan kehidupan mereka, bahkan lebih jauh mereka dapat memperkembangkannya dengan baik tanpa dihadapkan kendala negatif yang dapat menekan dinamika pengembangan harta tersebut dengan sikap eksploitatif kelompok lainnya.
3.      Ahwal Al-Syakhsiyah, merupakan bagian dari lingkup kajian fiqh Islam yang secara spesifik membahas ketentuan-ketantuan hukum Islam mengenai ikatan kekeluargaan dari awal terbentuknya sampai pada berbagai implikasinya, ketentuan distribusi harta waris dan yang mengatur hubungan kekerabatan satu sama lain, ciri pokok dari Ahwal Al-Syakhsyiyah ini sebagaimana diungkapkan oleh syaltout adalah mengatur ikatan hubungan kekerabatan dengna berdasarkan pada prinsip kekeluargaan dengan demikian akad dan perjanjian dalam bidang ini diorientasikan pada kepentingan keuntungan material sebagaimana dalam muamallah. Oleh sebab itulah Musthafa Zarqa memisahkan dari pembahasan muamallah yang lebih bercirikan jasa–jasa perekonomian, tujuan dari penetapan ketentuan-ketentuan hukum Islam dalam aspek ini adalah untuk memelihara keturunan beserta kelangsungan hidup mereka dan hubungan kekeluargaan satu sama lain, untuk memperkokoh kebersamaan.
4.      Fiqih Jinayah adalah mengatahui berbagai ketentuan hukum tentang perbuatan –perbuatan kriminal yang dilakukan orang-orang mukallaf sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil yang terinci. Yang dimaksud dengan tindakan kriminal menurut Musthafa Zarqa adalah tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan yang melawan undang-undang, tujuan disya’riatkannya hukum tentang tindakan kejahatan kriminal ini adalah dalam rangka memelihara akal, jiwa, harta masyarakat secara umum dan keturunan. Dengan demikian posisi fiqh jinayah ini amat penting dalam kehidupan masyarakat, ruang lingkup fiqih jinayah mencakupi ketentuan-ketentuan hukum tentang berbagai tindakan kejahatan kriminal yaitu pencurian, perzinaan, homoseksual, fitnah, mabuk, membunuh, memukul orang lain, merusak harta orang lain dan melakukan gerakan kekacauan. Jenis hukuman untuk kejahatan tersebut ada yang berbentuk hudud, yakni ketentuan hukum yang ditetapkan oleh beratnya nash jenis dan berat ringannya hukuman kemudian adapula qisash, yakni hukuman yang sama dengan tindakannya namun adakalanya dapat diganti dengan diyat (denda). Norma-norma hukum yang belum tertampung dalam ketentuan diatas dapat diselesaikan lewat ta’zir yang diputuskan oleh hakim sendiri.
5.      Fiqh Siyasah, yakni mengetahui ketentuan–ketentuan hukum tentang masalah-masalah politik yang dikaji dari dalil-dalil yang terinci dalam Al-Qur’an dan Al Sunnah, secara umum ketentuan siyasah ini disya’riatkan dalam rangka memelihara agama, jiwa, akal, harta dan keturunan, karena organisasi kenegaraan itu dibentuk untuk menegakkan keseluruhan norma-norma sya’riah disamping untuk memenuhi berbagai kepentingan keduniaan yang diperlukan dalam kehidupan manusia, ruang lingkup pembahasan fiqh siyasah ini mencakup perlu atau tidaknya negara bagi umat manusia ini. Syarat-syarat seseorang kepala negara, mekanisme pemilihan kepala negara, tugas-tugas kepala negara dan hubungan pemerintah dengan rakyatnya.

C.    TUJUAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI ILMU FIQH
1.      Untuk mengetahui dalil-dalil yang digunakan dalam Fiqh.
2.      Agar mengaplikasikan ilmu fiqh dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Untuk meluruskan paradigma yang kurang tepat mengenai pemahaman fiqh dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Sebagai batasan-batasan dalam menjalankan syari’at Islam
5.      Untuk memperkuat iman.
6.      Untuk mengarahkan tentang tata cara ibadah yang benar.
7.      Agar mengamalkan kepada orang lain yang belum mengetahuinya.
8.      Bahwa hukum belajar Fiqh adalah fardu ‘ain, maka dengan itu mempelajarinya pun akan mendapat pahala Allah SWT.

Referensi:

  • Al Qur’anul Karim

  • Amir Syarifudin, Prof. Dr. 2003, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana.

  • Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Tengku, 1999, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang: PT.Pustaka Rizki Utama


Unduh Makalah Lengkap FIQH.docx (Klik Gambar)

LihatTutupKomentar