MODUL 11 KB 2 PPG PAI : STRATEGI PEMBELAJARAN K13




STRATEGI PEMBELAJARAN  DALAM KURIKULUM 2013

A.   Deskripsi tentang Pembelajaran Kurikulum 2013

Secara prinsip, kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.

Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta  didik  menjadi  kompetensi yang diharapkan. Untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: a. Berpusat pada peserta  didik, b. Mengembangkan kreativitas peserta didik, c. Menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, d. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan e. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman, tempat dan waktu ia hidup. Kurikulum  2013  (K-13) menganut  pandangan  dasar  bahwa  pengetahuan tidak  dapat  dipindahkan  begitu  saja  dari  guru  ke  peserta  didik. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. 

Oleh karena itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Guru memberi kemudahan untuk proses ini dengan mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Guru mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga yang membawa peserta didik ke pemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin  mandiri. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”. Di dalam pembelajaran K-13, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkret menuju abstrak. 

Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan mengalami empat (4) tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Secara umum jenjang pertama terjadi sebelum seseorang memasuki usia sekolah, jenjang kedua dan ketiga  dimulai ketika seseorang menjadi peserta didik di jenjang pendidikan dasar, sedangkan jenjang keempat dimulai sejak tahun kelima dan keenam sekolah dasar.

Proses pembelajaran terjadi secara internal pada diri peserta didik. Proses tersebut mungkin saja terjadi akibat dari stimulus luar yang diberikan guru, teman, lingkungan. Proses tersebut mungkin pula terjadi akibat dari stimulus dalam diri peserta didik yang terutama disebabkan oleh rasa ingin tahu. Proses pembelajaran dapat pula terjadi sebagai gabungan dari stimulus luar dan dalam. Dalam proses pembelajaran, guru perlu mengembangkan kedua stimulus pada diri peserta didik.

Di dalam pembelajaran K-13, peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi yang dimiliki mereka menjadi kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen kurikulum atau lebih. Pengalaman belajar tersebut semakin lama semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri dan ajeg sebagai salah satu dasar untuk belajar sepanjang hayat (life long education).

Dalam suatu kegiatan belajar dapat terjadi pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam kombinasi dan penekanan yang bervariasi. Setiap kegiatan belajar memiliki kombinasi dan penekanan yang berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari sifat muatan yang dipelajari. Meskipun demikian, pengetahuan selalu  menjadi unsur penggerak untuk pengembangan kemampuan lain. 

B.   Pembelajaran Langsung dan Tidak Langsung

Kurikulum 2013 (K-13) mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan dimana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung tersebut peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect.

Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. 

Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran K-13, semua kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap. Dengan kata lain, disebut pembelajaran langsung jika muncul menjadi suatu mata pelajaran tertentu, dan disebut pembelajaran tidak langsung jika tidak menjadi suatu pelajaran tertentu, tetapi menjadi suatu bagian dari yang dituju dalam hal kompetensi, dan ini include dalam muatan nilai dan kegiatan dalam proses pembelajaran, baik di kegiatan intra maupun ekstra. Baik pembelajaran langsung maupun pembelajaran tidak langsung terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah.

Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2.Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. mengamati; b. menanya; c. mengumpulkan informasi; d. mengasosiasi; dan e.  mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:    






C.   Strategi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013

Dalam standard proses, tahapan pembelajaran terdiri dari penyiapan perangkat pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Tahapan pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam proses pembelajaran K-13, strategi-strategi tersebut (kegiatan pendahuluan, inti, penutup) harus dilakukan dengan pendekatan ilmiah (scientific approach) dan bernuansa tematik. 

1.  Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, hal-hal yang perlu dilakukan guru adalah sebagai berikut:
a.  Menyiapkan  peserta  didik  secara  psikis  dan  fisik  untuk mengikuti proses pembelajaran;
b.  Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari;
c.  Mengantarkan peserta didik kepada suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan
d.  Menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas. 

2.  Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang meliputi proses observasi, bertanya, mengumpulkan informasi, asosiasi/ analisis, dan komunikasi. Untuk pembelajaran yang berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru memfasilitasi agar peserta didik dapat melakukan pengamatan terhadap pemodelan/ demonstrasi oleh guru atau ahli, peserta didik menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik.

Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan kompetensi yang terkait dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat mungkin relevan dengan jenis data yang dieksplorasi, misalnya, di laboratorium, studio, lapangan, perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum menggunakannya peserta didik harus tahu dan terlatih, dilanjutkan dengan menerapkannya.

Berikut ini adalah  contoh  aplikasi dari kelima kegiatan belajar (learning event) yang diuraikan dalam tabel diatas.
a.  Mengamati Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal-hal yang penting dari suatu benda atau objek pendidikan agama Islam, misalnya, menyimak video qiroah atau film Islami.
b.  Menanya Setelah kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dalam tahapan ini, peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, mungkin masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat kemampuan mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan  yang dilatihkan kepada peserta didik akan menjadi  dasar untuk mencari informasi lebih lanjut, lebih mendalam dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik sendiri, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Pertanyaan dapat disusun secara individu maupun kelompok.
c.  Mengumpulkan Informasi  Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan  informasi dari berbagai  sumber  melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
d.  Mengasosiasikan Informasi Informasi yang terkumpul menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu mengasosiasi atau memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari kumpulan data yang telah ditemukan.
e.  Mengkomunikasikan Hasil Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran K-13 ini peserta didik dikondisikan untuk selalu aktif.

3.  Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri membuat rangkuman/ simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/ atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan  terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan  konseling dan/ atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Perlu diingat, bahwa KD-KD diorganisasikan kedalam empat (4) KI. KI-1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. KI-2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. KI-3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan KI-4 berisi KD tentang penyajian pengetahuan. KI-1, KI-2, dan KI-4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam KI-3, untuk semua mata pelajaran. KI-1 dan KI-2 tidak diajarkan langsung, tetapi “tidak langsung” (indirect teaching) pada setiap kegiatan pembelajaran.

D.   Jenis-jenis Strategi Pembelajaran Aktif (SPA)

Adapun beberapa jenis strategi pembelajaran aktif (SPA) yang dapat diintegrasikan dalam berbagai model pembelajaran adalah sebagai berikut:

1.  Everyone is a Teacher Here (Setiap Orang Menjadi Guru)

Strategi ini berarti setiap orang di kelas diposisikan bisa menjadi seperti guru. Tujuan penerapan strategi ini adalah membiasakan peserta didik untuk belajar aktif secara individu dan membudayakan sifat berani bertanya, tidak minder dan tidak takut salah. Strategi ini dapat digunakan pada model pembelajaran discovery learning, problem based learning pada saat kegiatan menanya. Langkah-langkah Penerapannya antara lain:
a.  Bagikan kertas  kepada setiap peserta didik dan mintalah mereka untuk menuliskan sebuah pertanyaan tentang materi pokok yang telah atau sedang dipelajari, atau topik khusus yang ingin mereka diskusikan dalam kelas.
b.  Kumpulkan kertas-kertas tersebut, dikocok dan dibagikan kembali secara acak kepada masing-masing peserta didik dan diusahakan pertanyaan tidak kembali kepada yang bersangkutan. 
c.  Mintalah mereka membaca dan memahami pertanyaan di kertas masing-masing, sambil memikirkan jawabannya.
d.  Undang sukarelawan (volunter) untuk membacakan pertanyaan yang ada di tangannya (untuk menciptakan budaya bertanya, upayakan memotivasi siswa untuk angkat tangan bagi yang siap membaca -tanpa langsung menunjuknya).
e.  Mintalah dia memberikan respons (jawaban/ penjelasan) atas pertanyaan atau permasalahan tersebut, kemudian mintalah kepada teman sekelasnya untuk memberi pendapat atau melengkapi jawabannya.
f.  Berikan apresiasi terhadap setiap jawaban/ tanggapan siswa agar termotivasi dan tidak takut salah. 
g.  Kembangkan diskusi secara lebih lanjut dengan cara siswa bergantian membacakan pertanyaan di tangan masing-masing sesuai waktu yang tersedia.
h.  Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
 
2.  Poster Session (Membuat Poster)

Strategi ini mendorong peserta didik bekerja dalam kelompok untuk menuangkan pemahaman yang diperoleh dalam bentuk gambar. Gambar hasil buatan kelompok itu disampaikan dalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan pada model pembelajaran discovery learning, project based learning, contextual teaching and learning maupun inquiry learning pada saat menyampaikan/ mengkomunikasikan hasil analisa. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Bagilah kelas dalam beberapa kelompok dan mintalah mereka untuk mendiskusikan sebuah permasalah yang terkait dengan topik;
b.  Mintalah setiap kelompok untuk berdiskusi;
c.  Mintalah tiap kelompok untuk menuangkan hasil diskusi dalam bentuk gambar atau poster;
d.  Mintalah setiap kelompok untuk mempresentasikan dan menjelaskan gambar yang dibuat oleh kelompok;
e.  Beri siswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi. 

3.  Small Group Discussion (Diskusi Kelompok Kecil)

Strategi ini dapat diterapkan pada semua level MI, MTs, maupun MA. Strategi ini dapat diterapkan pada kegiatan mengumpulkan informasi, menguji jawaban tentatif maupun mengasosiasi pada model pembelajaran inquiry learning maupun problem based learning. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Bagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (maksimal 5 murid) dengan menunjuk ketua dan sekretaris; 
b.  Berikan soal studi kasus (yang dipersiapkan oleh guru) sesuai dengan    Kompetensi Inti (KI) & Kompetensi dasar (KD); 
c.  Instruksikan setiap kelompok untuk mendiskusikan jawaban soal tersebut;
d.  Pastikan setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif dalam diskusi;
e.  Instruksikan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk menyajikan hasil diskusinya dalam forum kelas;
f.  Klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut guru.
 
4.  The Power of Two & Four (Menggabung 2 dan 4 Kekuatan)

Strategi ini dapat diterapkan dalam pembelajaran PAI. Kombinasi strategi yang memungkinkan adalah power of 2, 4, 8 dengan Small Group Discussion (SGD), dan diakhiri dengan gallery walk. Strategi ini dapat diterapkan pada kegiatan mengumpulkan informasi, menguji jawaban tentatif maupun mengasosiasi pada model pembelajaran inquiry learning maupun problem based learning. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Tetapkan satu masalah/ pertanyaan terkait dengan materi pokok (KI/ KD/ Indikator); 
b.  Beri kesempatan pada peserta untuk berpikir sejenak tentang masalah tersebut;
c.  Bagikan kertas pada tiap peserta didik untuk menuliskan pemecahan masalah/ jawaban (secara mandiri) lalu periksalah hasil kerjanya;
d.  Perintahkan peserta didik bekerja berpasangan 2 orang dan berdiskusi tentang jawaban masalah tersebut, lalu periksalah hasil kerjanya;
e.  Peserta didik membuat jawaban baru atas masalah yang disepakati berdua; 
f.  Selanjutnya perintahkan peserta didik bekerja berpasangan 4 orang dan berdiskusi lalu bersepakat mencari jawaban terbaik, lalu periksalah hasil kerjanya;
g.  Jawaban bisa ditulis dalam kertas atau lainnya, dan guru memeriksa dan memastikan setiap kelompok telah menghasilkan kesepakatan terbaiknya dalam menjawab masalah yang dicari;
h.  Guru mengemukakan penjelasan dan solusi atas permasalahan yang didiskusikan tadi;
i.  Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.

5.  Information Search (Mencari Informasi)

Strategi ini tepat digunakan pada level atas, misalnya, MTs kelas IX dan MA. Model kombinasi strateginya adalah information search, SGD dan Gallery Walk. Strategi ini dapat diterapkan pada kegiatan mengumpulkan informasi, pada model pembelajaran inquiry learning, discovery learning maupun problem based learning. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Tersedia referensi terkait topik pembelajaran tertentu sesuai KI/ KD/ Indikator (misalnya: hakikat manusia dalam Islam);
b.  Guru menyusun kompetensi dari topik tersebut;
c.  Pesrta didik mengidentifikasi karakter manusia Muslim kaffah;
d.  Guru membuat pertanyaan untuk memperoleh kompetensi tersebut;
e.  Carilah ayat dan Hadith terkait;
f.  Bagi kelas dalam kelompok kecil (maksimal 3 orang);
g.  Peserta ditugasi mencari bahan di perpustakaan/ warnet yang sudah diketahui oleh guru bahwa bahan tersebut benar-benar ada;
h.  Setelah peserta mencari dan kembali ke kelas, guru membantu dengan cara membagi referensi kepada mereka;
i.  Peserta diminta mencari jawaban dalam referensi tersebut yang dibatasi oleh waktu (misal 10 menit) oleh guru;
j.  Hasilnya didiskusikan bersama seluruh peserta didik di kelas;
k.  Guru menjelaskan materi pelajaran terkait dengan topik tersebut;
l.  Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.

6.  Point-Counter Point (Beradu Pandangan sesuai Perspektif)

Penerapan strategi Point-Counter Point (PCP) tepat digunakan dengan kombinasi strategi role play dan debat berantai pada model pembelajaran problem based learning. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Pilih satu topik yang mempunyai dua perspektif (pandangan) atau lebih;
b.  Bagi kelas menjadi beberapa kelompok sesuai dengan perspektif (pandangan yang ada);
c.  Pastikan bahwa masing-masing kelompok duduk pada tempat yang terpisah;
d.  Mintalah masing-masing kelompok untuk menyiapkan argumen sesuai dengan perspektif kelompoknya;
e.  Pertemukan kembali masing-masing kelompok dan beri kesempatan salah satu kelompok tertentu untuk memulai berdebat dengan menyampaikan argumen yang disepakati dalam kelompok;
f.  Undang anggota kelompok lain untuk menyampaikan pandangan yang berbeda;
g.  Beri klarifikasi atau kesimpulan dengan membandingkan isu-isu yang diamati.
 
7.  Role Play (Bermain Peran)

Strategi role play dapat diterapkan dalam pembelajaran PAI materi beriman kepada malaikat Allah. Penjelasan mengenai contoh iman kepada malaikat Allah dapat melalui role play kisah santri dan kyai. Kombinasi strateginya adalah role play dengan SGD. Kegiatan ini dapat dilakukan pada sesi mengkomunikasikan pada model pembelajaran problem based learning. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Menetapkan topik; 1) Konflik interpersonal 2) Konflik antar golongan 3) Perbedaan pendapat/ perspektif, dan lain-lain.
b.  Tunjuk dua orang siswa/ peserta didik maju ke depan untuk memerankan karakter tertentu: 10-15 menit;
c.  Mintalah keduanya untuk bertukar peran;
d.  Hentikan role play apabila telah mencapai puncak tinggi/ dirasa sudah cukup;
e.  Pada saat kedua siswa/ peserta didik memerankan karakter tertentu di muka kelas, siswa/ peserta didik yang lain diminta untuk mengamati dan menuliskan tanggapan mereka;
f.  Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
g.  Tujuan dari penerapan strategi role play adalah:  1) Memberikan pengalaman kongkrit dari apa yang telah dipelajari; 2) Mengilustrasikan prinsip-prinsip dari materi pembelajaran; 3) Menumbuhkan kepekaan terhadap masalah-masalah hubungan sosial; 4) Menyiapkan/ menyediakan dasar-dasar diskusi yang kongkret; 5) Menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa/ peserta didik; 6) Menyediakan sarana untuk mengekspresikan perasaan yang tersembunyi di balik suatu keinginan.
 
8.  Debat Berantai

Strategi debat berantai ini tepat diterapkan pada kelas MA. Kombinasi strateginya adalah debat berantai dengan model pembelajaran problem based learning. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil;
b.  Masing-masing kelompok ditunjuk koordinator untuk menulis;
c.  Mereka diberi konsep atau gagasan yang mengundang pro-kontra;
d.  Masing-masing kelompok memberikan pendapatnya dengan cara: 1) Koordinator mengatur posisi duduk melingkar; 2) Setiap anggota kelompok menyampaikan ide setuju dengan alasannya, bergantian anggota yang lain tidak setuju dengan alasannya; 3) Pada putaran kedua, anggota yang tadi setuju berganti menyampaikan ide tidak setuju disertai alasan, sementara yang tidak setuju berganti menyampaikan setuju disertai alasannya, demikian hingga semua anggota selesai menyampaikan pendapat bebasnya.
e.  Guru meminta siswa secara sukarela maju ke depan untuk menuliskan alasan yang setuju dan tidak setuju dari masing-masing kelompok tadi;
f.  Guru menyimpulkan dan melakukan refleksi serta tindak lanjut. 

9.  Gallery Walk (Pameran berjalan)

Strategi gallery walk dapat diterapkan dalam pembelajaran PAI pada semua level MTs dan MA. Kombinasi strateginya adalah gallery walk, diskusi kelompok, dan turnamen. Strategi turnamen digunakan untuk memotivasi tiap kelompok agar menampilkan hasil kerja kelompok terbaiknya. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan model pembelajaran project based learning pada tahap mengevaluasi project pada aktifitas mengkomunikasikan. Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a.  Peserta dibagi dalam beberapa kelompok;
b.  Kelompok diberi kertas plano/ flip cart;
c.  Tentukan topik/ tema pelajaran;
d.  Hasil kerja kelompok ditempel di dinding;
e.  Masing-masing kelompok berputar mengamati hasil kerja kelompok lain;
f.  Salah satu wakil kelompok menjelaskan setiap apa yang ditanyakan oleh kelompok lain;
g.  Koreksi bersama-sama;
h.  Klarifikasi dan penyimpulan. 

10. Menata Kelas Pembelajaran Aktif dan Dinamis

Peserta didik (murid/siswa/santri) dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan beragam, ada yang memiliki tingkat kepandaian yang tinggi, sedang, dan kurang. Menurut pandangan psikologi pendidikan, sebenarnya tidak ada peserta didik yang pandai atau bodoh, yang lebih tepat adalah peserta didik dengan kemampuan lambat atau cepat dalam belajar. Dalam materi yang sama, bagi peserta didik satu memerlukan dua kali pertemuan untuk memahami isinya, namun bagi peserta didik lain perlu empat kali pertemuan atau lebih untuk dapat menyerapnya.

Oleh karena itu, guru perlu mengatur kapan peserta didik bekerja secara perorangan, berpasangan, kelompok, atau klasikal. Jika harus dibentuk kelompok, kapan peserta didik dikelompokan berdasarkan kemampuannya sehinga ia dapat berkonsentrasi membantu peserta didik yang kurang, dan kapan peserta didik dikelompokkan secara campuran berbagai kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya (peer teaching). Dalam kerangka mewujudkan desain belajar siswa maka pengaturan ruang kelas dan siswa (setting kelas) merupakan tahap yang penting dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Karena itu, kursi, meja dan ruang belajar perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik, yakni memungkinkan hal-hal sebagai berikut:

a.  Mobilitas: peserta didik dikondisikan ke bagian lain dalam kelas.
b.  Aksesibilitas: peserta didik mudah menjangkau sumber belajar yang tersedia.
c.  Komunikasi: peserta didik mudah berkomunikasi secara intensif kepada seluruh teman di kelas.
d.  Interaksi: memudahkan interaksi antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik. Interaksi yang tercipta berupa interaksi multi-arah. 
e.  Dinamika: kelas dinamis, dibuktikan dengan dinamika kelompok, dinamika individu, dan dinamika pembelajaran.
f.  Variasi kerja peserta didik: memungkinkan peserta didik bekerjasama secara perorangan, berpasangan, atau kelompok. Lingkungan fisik dalam ruangan kelas dapat menjadikan belajar aktif.

Tidak ada satu bentuk ruang kelas yang mutlak ideal, namun ada beberapa pilihan yang dapat diambil sebagai variasi. Dekorasi interior kelas perlu dirancang yang memungkinkan peserta didik belajar secara aktif.  Setting atau formasi kelas berikut ini tidak dimaksudkan untuk menjadi susunan yang permanen, namun hanya sebagai alternatif dalam penataan ruang kelas. Jika Anda memilih melakukannya, mintalah siswa untuk membantu memindahkan meja kursi. Hal itu juga membuat mereka ”aktif”. Tata-letak fisik kelas pada umumnya bersifat sementara (tentatif), fleksibel dan realistis. Artinya guru dapat saja mengadakan perubahan setiap saat sesuai dengan keperluan dan kesesuaian dengan materi ajarnya.

Jika meubeler (meja atau kursi) yang ada di ruang kelas dapat dengan mudah dipindah-pindah, maka sangat mungkin menggunakan beberapa formasi ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang diinginkan pendidik. 

1)    Formasi Huruf U

Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat guru dan/atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai arah dengan seperangkat materi. Guru dapat menyusun meja dan kursi dalam format U sebagai berikut:



Selain model di atas, formasi U berikut ini memungkinkan kelompok kecil yang terdiri dari tiga peserta didik atau lebih dapat keluar masuk dari tempatnya dengan mudah.


        
2)    Formasi Lingkaran

Para peserta didik duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk diskusi kelompok penuh. 



Jika guru menginginkan peserta didik memiliki tempat untuk menulis, hendaknya digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan di belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik memutar kursi-kursinya melingkar ketika guru menginginkan diskusi kelompok.
 
3)    Susunan Chevron (V)

Sebuah susunan ruang kelas tradisional tidak memungkinkan untuk melakukan belajar aktif. Jika terdapat banyak peserta didik (tiga puluh atau lebih) dan hanya tersedia beberapa meja, barangkali guru perlu menyusun peserta didik dalam bentuk ruang kelas. Susunan V mengurangi jarak antara para peserta didik, pandangan lebih baik dan lebih memungkinkan untuk melihat peserta didik lain daripada baris lurus. Dalam susunan ini, tempat paling bagus ada pada pusat tanpa jalan tengah, seperti tampak pada gambar berikut:

      
4)    Kelas Tradisional

Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja kursi, guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam pasangan-pasangan yang memungkinkan penggunan teman belajar. Guru dapat mencoba membuat nomor genap dari baris-baris ruangan yang cukup diantara mereka sehingga pasangan-pasangan peserta didik pada baris-baris nomor ganjil dapat memutar kursi-kursi mereka melingkar dan membuat persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis di belakang mereka pada baris berikutnya. Format atau setting kelas ini banyak digunakan di lembaga pendidikan manapun karena paling mudah dan sederhana.

Tetapi secara psikologis, bila digunakan sepanjang masa tanpa variasi format lain akan berpengaruh terhadap gape psikologis peserta didik seperti merasa minder, takut dan tidak terbuka dengan teman, karena sesama peserta didik tidak pernah saling berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung temannya sepanjang tahun dalam belajar.  Meskipun demikian tidak berarti format kelas seperti ini tidak bisa digunakan untuk pembelajaran aktif, tentu hal ini tergantung bagaimana guru menciptakan suasana belajar aktif dengan strategi yang tepat. Berikut ini tampak gambar/ formasi kelas  tradisional: 

  

SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM

           

LihatTutupKomentar