PERAN TEKNOLOGI DAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN ABAD 21


 Peran Teknologi dan Media dalam Pembelajaran Abad 21 

Dalam sesi ini akan menjelaskan beberapa materi pokok tentang peran teknologi dan media dalam belajar pada abad 21. Apa dan bagaimana peran teknologi dan media dalam pembelajaran pada era abad 21 yang ditandai  oleh digitalisasi dan berjejaring dalam proses pembelajaran. Penjelasan teoretik akan diuraikan secara ringkas, dan kemudian akan diberikan beberapa contoh praktis yang relevan dengan profesi guru era digital untuk memudahkan pemahaman. Pada bagian akhir akan dibahas juga di mana posisi guru di tengah semakin pesatnya perkembangan teknologi dan media baru dalam era pedagogi digital. Apakah harus ditentukan oleh teknologi dan media baru, atau berposisi sebagai subjek aktif yang menyikapi secara kritis terhadap teknologi dan media baru, atau juga hubungan di antara keduanya bersifat saling melengkapi.   

1.      Pendahuluan

Sejak era pencerahan pada dekade 1560-an peradaban manusia mengalami perkembangan pesat berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai inovasi teknologi terus terjadi secara susul-menyusul berkat manusia mulai memproklamirkan diri sebagai pusat peradaban dengan mengandalkan akal budi. Rahasia alam pun terus berusaha diungkap dengan kekuatan pikiran manusia melalui ilmu pengetahuan atau sain, seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi yang keempatnya kemudian dikenal sebagai ilmu murni. Melalui penguasaan sain itulah kemudian manusia secara spektakuler mampu menemukan berbagai formula yang menjadi dasar pengembangan teknologi.  

Nicolaus Copernicus, Galileo Galilei, dan Leonardo da Vinci adalah tokoh-tokoh perintis era pencerahan yang menjadi tonggak sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun mendapat tantangan hebat oleh institusi agama, akan tetapi para perintis itu terus berupaya mengembangkan logika sain dalam mengungkap rahasia alam, dengan tidak lagi mendasarkan diri pada cara berpikir teologis dan metafisika. Meskipun terus mendapat ancaman oleh golongan konservatif agamawan, akan tetapi para perintis tersebut mampu mengungkap rahasia alam dengan logika sain. Bahkan ada yang kemudian mempertaruhkan nyawa demi tegaknya kebenaran berdasarkan ilmu pengetahuan, yaitu Galileo yang merelakan kematiannya kepada institusi agama karena demi mempertahankan  teorinya bahwa bumi adalah berputar.  

Tidak kalah heroik dalam sejarah perjuangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berkaitan dengan ilmu pendidikan dan pembelajaran, adalah Johannes Gutenberg, sang penemu mesin cetak. Berkat penemuan monumental itu, ilmu pengetahuan dapat disebarkan secara meluas karena bisa didokumentasikan dalam bentuk buku dalam jumlah berlipat-ganda. Orang tidak lagi menggunakan tulisan tangan yang memerlukan waktu panjang untuk menggandakan tiga atau empat eksemplar buku, tetapi cukup dengan mesin cetak bisa menggandakan buku sebanyak-banyaknya dalam waktu yang relatif singkat untuk ukurang jaman itu. 

 Lebih dari itu, sejak penemuan mesin cetak itu terjadilah revolusi belajar. Jika sebelumnya proses pembelajaran lebih mengandalkan cerita-cerita tutur dengan tulisan manual, tetapi kemudian belajar bisa melalui buku yang melibatkan orang dalam jumlah besar. Orang pun kemudian bisa belajar secara mandiri melalui buku cetakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dari sinilah kemudian peran guru juga mulai terbantu oleh buku cetakan sebagai hasil dari teknologi untuk mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan itu sendiri.  

Berkat penemuan mesin cetak itulah kemudian media juga mengalami perkembangan secara cukup signifikan. Bukan hanya media pembelajaran buku, gambar cetakan, dan selebaran yang berkembang berkat penemuan mesin cetak, tetapi juga media massa. Dalam waktu tidak terlalu lama sejak penemuan mesin cetak itu, kemudian muncul surat kabar dan buletin yang bersifat barang cetakan. Kemampuan mesin cetak dalam melipatgandakan surat kabar dan buletin dalam waktu singkat, menjadikan media massa ini berkembang pesat dan menjadi bagian dari pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Media massa pun kemudian juga berperan penting dalam membelajarkan masyarakat.

Guru pun terbantu oleh media sebagai sumber belajar, bukan saja untuk menjalankan tugasnya dalam mengajar siswa, tetapi sekaligus juga untuk pengembangan dirinya secara profesional.   Itulah sekilas tentang tonggak sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta media dalam kaitannya dengan pendidikan dan pembelajaran. Dalam sejarah perkembangan lebih lanjut, berkat ilmu pengetahuan dan teknologi itu peradaban manusia terus mengalami perubahan secara revolusioner. Jika sebelumnya masih bersifat masyarakat agraris yang mengandalkan moda produksi feodalisme, kemudian berubah menjadi masyarakat industri dengan moda produksi kapitalisme. Institusi pendidikan pun kemudian juga mengikuti perkembangan masyarakat baru yang industrial itu hingga sekarang.

Lembaga pendidikan kemudian diandalkan untuk mempersiapkan dan bahkan menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan tuntutan masyarakat industri. Ini juga terjadi di Indonesia, terutama sejak merdeka pada pertengahan abad 20 setelah menjadi bangsa terjajah oleh kolonialisme bangsa Eropa yang lebih dulu memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern.  

Perkembangan media cetak pun dalam dunia pembelajaran juga terus berkembang pesat berkat inovasi dan temuan-temuan baru yang lebih canggih, yaitu bersifat elektronik. Jika sebelumnya media bersifat cetakan, dan kemudian juga penemuan kamera foto, maka media pun berkembang menjadi elektronik, yaitu media audio dan kemudian visual-gerak, serta kemudian audiovisual. Secara institusional pun kemudian media elektronik berkembang menjadi media massa, sehingga muncul media siaran seperti radio dan televisi. Dalam dunia pembelajaran pun juga mengikuti perkembangan ini, sehingga peran teknologi dan media semakin besar dalam proses pendidikan.  

Memasuki abad 21 masyarakat pun kemudian mengalami perubahan baru secara revolusioner, sebagai implikasi perubahan dari cetak ke elektronik, dan kemudian dari sistem analog menjadi digital. Perubahan sistem itu kemudian menjadi penyebab fundamental perubahan masyarakat ke arah apa yang dikenal sebagai masyarakat digital. Lihat mikel dan hardiman  Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran pun kemudian juga mengikuti perkembangan baru era masyarakat digital ini.

Peran teknologi dan media kemudian menjadi sangat besar dalam proses pembelajaran abad 21 dan berbagai implikasinya.  Semua itu kemudian mengubah hubungan antara guru, teknologi, dan media dalam suatu proses pembelajaran. Melalui skema hubungan segitiga sama sisi antara peran guru, teknologi, dan media dalam proses pembelajaran berikut ini akan dijelaskan bagaimana tipologi ideal layanan pendidikan dalam abad 21.

Namun sebelumnya akan dijelaskan bagaimana karakteristik hubungan antara teknologi dan media dengan guru dalam suatu proses pembelajaran.   Terdapat tiga teori untuk menjelaskan peran teknologi dan media dalam suatu proses komunikasi pembelajaran. Pertama, apa yang disebut sebagai diterminisme teknologi dan media, yaitu anggapan bahwa teknologi dan media adalah berperan sangat menentukan dalam proses komunikasi pembelajaran.

Salah satu tokoh penting dalam teori diterminisme teknologi ini antara lain adalah Marsal McLuhan, yang meyakini bahwa teknologi komunikasi berperan menentukan dalam efektivitas komunikasi. Salah satu dalilnya yang terkenal adalah “media adalah pesan itu sendiri”. Asumsi ini kemudian yang mendasari dalam teori-teori efek media, yang berasumsi bahwa media berperan sangat menentukan dalam proses komunikasi pembelajaran. Media secara mandiri dapat menjalankan fungsi atau peran memindahkan pengetahuan dalam suatu proses pembelajaran secara efektif.  

Beberapa karakteristik atau ciri-ciri teori diterminisme teknologi dan efek media ini antara lain:
a.  Komunikasi pembelajaran bersifat searah atau dalam hubungan asimetris.
b.  Media sangat berpengaruh, sehingga mendominasi dalam proses pembelajaran.
c.  Media dipandang efektif dalam memindahkan pesan pembelajaran secara searah. 
d.  Khalayak atau siswa bersifat pasif dan senantiasa menerima secara apa adanya pesan yang disampaikan oleh media. 
e.  Peran guru dapat digantikan oleh media dalam suatu proses pembelajaran.  Jadi dalam suatu proses pembelajaran, peran teknologi dan media sangat menentukan dan bisa menggantikan peran guru dalam menjalankan tugas-tugas mengajarnya.

Sebagai contoh, dalam suatu pembelajaran IPS misalnya, media audiovisual instruksional seperti kaset perekam atau video misalnya, dapat secara mandiri menyampaikan pesan-pesan pembelajaran kepada siswa dalam suatu kegiatan belajar di kelas. Dengan berbagai penataan ruang di kelas, kemudian siswa diminta untuk mendengarkan dan melihat tayangan video pembelajaran IPS, maka media tersebut dapat memberikan kontribusi dalam pemahaman materi pelajaran.  Dalam kaitan dengan peran teknologi dan media untuk pembelajaran pada era 21, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang hadirnya TIK melalui e-learning ini, yaitu apa yang dikenal dengan technological determinism dan social determinism (Flew, 2005).

Pendekatan determinisme teknologi memposisikan teknologi sebagai faktor dominan dan berpengaruh dalam mengubah perilaku komunikasi warga masyarakat. Hadirnya pembelajaran hibrida yang sebagian memanfaatkan e-learning sebagai pola pembelajaran online dianggap sebagai penentu bagaimanakah perilaku belajar peserta didik. Hal ini akan mengakibatkan ’pemaksaan’ pada peserta didik, sehingga mereka harus mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh teknologi yang digunakan dalam proses belajarnya. Model web-based learningyang dikendalikan oleh platform yang dipilih oleh sebuah mata kuliah, termasuk dalam pendekatan deterministik teknologi ini (Salma dkk, 2016: 72). 

Dalam abad 21 ini, argumen diterminisme teknologi dan efek media ini sesuai dengan asumsi cyber optimists. Fakta menunjukkan bahwa sekarang ini antusiasme belajar berbasis TIK cukup tinggi. Antusiasme guru, murid, dan satuan pendidikan yang begitu tinggi terhadap kehadiran pendidikan era digital ini mengindikasikan adanya kesesuaian dengan asumsi kubu cyber optimis. Situasi optimistic ini juga ditunjukkan oleh pemerintah yang sangat yakin bahwa dengan digitalisasi pendidikan akan mampu menciptkan generasi era 21 yang sering disebut sebagai generasi emas.

Oleh karena itu pemerintah sangat yakin bahwa dengan teknologi akan membawa berkah bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia melalui proses pembelajaran dan pendidikan pada umumnya.  Sebagaimana asumsi kaum cyber optimists, yakin bahwa perkembangan teknologi informasi akan menghasilkan pendataran piramida penguasaan informasi sehingga setiap warga negara akan memiliki informasi yang memadai untuk mengambil keputusan.

Ada tiga alasan pokok yang menyertai optimisme ini.

Pertama, teknologi informasi ini akan membuka akses lebar-lebar pada semua lapisan masyarakat karena teknologi informasi ini akan mengurangi secara drastis biaya untuk memperoleh informasi. Harga komputer semakin murah dan akses terhadap internet pun semakin mudah.

Kedua, sekali seseorang memiliki sambungan internet, informasi yang diperlukan untuk keperluan pembuatan kebijakan politik dan individual akan dengan mudah didapatkan melalui internet.

Ketiga, sifat interaktif media baru ini juga akan memperbaiki tingkat responsiveness dan akuntabilitas berbagai lembaga politik (termasuk pemerintah) karena warga dan berbagi kelompok sosial yang ada dalam masyarakat bisa berpartisipasi secara lebih efisien dalam berbagai bentuknya (Ambardi, 2008: 195).

Fakta antusiasme dunia pendidikan terhadap kehadiran era digital ini juga semakin menegaskan, bahwa argumen teoretik kubu diterminisme teknologi dan media efek terus menjadi dasar baik secara paradigmatik maupun teoretik bagi pengambilan kebijakan di bidang pendidikan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pemerintah akan terus mengeluarkan kebijakan untuk mendorong digitalisasi pendidikan melalui berbagai program pembelajaran berbasis ICT agar guru memiliki  Keterampilan membuat content/ materi belajar atau mengembangkan materi berbasis TIK dalam pembelajaran. 

2.      TIK dalam Pembelajaran

Penetrasi TIK dalam pembelajaran semakin mendorong lembaga sekolah memanfaatkan teknologi canggih ini. Bukan saja sumber daya TIK memang begitu besar untuk memberikan kontribusi terhadap kualitas pembelajaran, tetapi sebagai bagian dari revolusi industri 4.0 siapa pun tidak bisa menghindar terhadap hadirnya gelombang baru ini. Dari sudut pandang teknologi pendidikan, TIK memang terbukti memiliki sumber daya besar untuk membantu peningkatan kualitas pembelajaran. 

Menurut Dewi Salma dkk. (2016), TIK sebagai media pembelajaran misalnya, memiliki keunggulan sebagai berikut. Sebagai media komputer yang memiliki fungsi multimedia (suara, visual, warna, tulisan, simbol atau  lambang-lambang informal lain), mampu:

a.  Memperbesar obyek jutaan kali dengan menggunakan mikroskop kamera, sehingga hasilnya dapat dilihat dengan jelas. 
b.  Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh ke hadapan peserta melalui ilustrasiilustrasi atau program video. 
c.  Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit, berlangsung dengan cepat atau sangat lambat menjadi lebih sistematis dan seherhana. 
d.  Memnampung sejumlah besar peserta untuk mempelajari materi pelajaran dalam waktu yang sama.
e.  Menyajikan benda atau peristiwa berbahaya ke hadapan siswa tanpa risiko. 
f.  Meningkatkan daya tarik terhadap pelajaran dan perhatian peserta melalui penyajian pesan atau peristiwa tertentu. 
g.  Memberikan pengamatan langsung kepada siswa tentang suatu kejadian atau peristiwa. 
h.  Meningkatkan sistematika pengajaran, karena semua program sudah tersusun sesuai rancangan.
i.  Memberikan sajian yang bersifat interaktif, sehingga siswa merasa seperti berinteraksi dengan guru atau temannya.

Kehadiran TIK ini juga tidak harus dihadapkan pada peran guru, karena TIK bisa berjalan secara pararel dan saling mengisi  di antara peran guru dan peran teknologi serta media untuk memecahkan problem pembelajaran. Jadi secara optimistik, TIK memang berpotensi memberikan peran signifikan bagi proses pembelajaran, dan karena itu guru abad 21 memang harus menerima secara kreatif, dan bukannya menolak kehadiran TIK.

Antara sumber daya TIK dan kompetensi guru dalam memecahkan problem pembelajaran secara kolaboratif bisa diterapkan pada lembaga sekolah secara produktif.  Sebagaimana diungkapkan oleh Salma (2016). kehadiran TIK sebagai media pembelajaran banyak membantu guru dalam berbagai hal, antara lain:
1)Meningkat interaksi. Dalam hal ini keberadaan media merupakan medium antara pesan dengan siswa, antara guru dangan siswanya. Dengan demikian kehadiran media akan meningkatkan kualitas interaksi antarsiswa guru dan siswa, siswa dan pesan. 
2)Pembelajaran menjadi lebih menarik. Dengan media pembelajaran dapat membangkitkan keingintahuan siswa, merangsang siswa untuk berekasi terhadap penjelasan guru. Siswa bisa menjadi lebih aktif. 
3)Pengelolaan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Dengan adanya media pembelajaran, guru dapat terbantu untuk tidak perlu banyak menulis atau mengilustrasikan di papan tulis. Ilustrasi dan tulisan dengan cepat diambil alih oleh peran komputer. 
4)Meningkatkan kualitas pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran secara benar, tidak hanya membuat proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien tetapi juga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara menyeluruh. 
5)Proses pembelajaran dapat dilaksanakan di mana pun dan kapan pun. Program audio, video, komputer (offline dan online) adalah media pembelajaran  yang dapat digunakan di mana saja dan kapan saja sesuai dengan kondisi dan situasi guru dan siswa. 
6)Menimbulkan sikap positif siswa terhadap proses pembelajaran. Pengenggunaan media yang dirancang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dapat menimbulkan sikap positif siswa terhadap proses pembelajaran. Hal ini terjadi, karena media dapat menyajikan pesan dengan konkret disertai dengan contohcontoh yang dapat meyakinkan siswa akan kebenaran suatu ilmu peengetahuan yang dipelajari (Salma, 2016: 19-20).

TIK itu sendiri juga bisa berfungsi sebagai media pembelajaran, yaitu apa yang dikenal sebagai media baru yang berbasis pada web. Melalui sistem jaringan atau internet, TIK menyediakan fasilitas media pembelajaran secara lengkap dan mudah diakses jika memiliki gawai berbasis android. Guru dan siswa sekarang dengan mudah mengakses TIK sebagai media pembelajaran, atau yang dikenal dengan media konvergensi ini karena kemampuannya menyediakan layanan media secara komninatif. Media konvergensi yang tersedia dalam TIK itu, secara serentak bisa menyediakan radio, televisi, poster, specimen, dan berbagai jenis multimedia lainnya.

Sebagai media yang terkoneksi dengan internet (jaringan) TIK berperan memberikan kontribusi pada pembelajaran, antara lain:
a)Mampu memberikan layanan informasi pembelajararan berbasis internet.
b)Menjadi media dalam model pembelajaran berbasis web (online)
c)Menjadi media dalam penyelenggaraan e-learning.
d)Menjadi media dalam sistem pendidikan dan pembelajaran jarak jauh (Salma dkk., 2016: 20-21).    

3.      Contoh Pembelajaran Berbasis Web

Argumen kaum cyber optimists yang memandang TIK adalah  sumber daya penting,  sedikit banyak memang tercermin pada aktivitas belajar dalam setiap lembaga sekolah. Sebagai contoh proses belajar berbasis web tampak di SMA Minggiran Kabupaten Sleman DIY yang terlihat antusias (Wahyono, dkk. 2017). Manifestasi antusiasme itu tercermin pada: (1) Memudahkan guru dan siswa dalam mencari sumber belajar alternative; (2 ) Bagi siswa dapat memperjelas materi yang telah disampaikan oleh guru, karena disamping disertai gambar juga ada animasi menarik; (3) Cara belajar lebih efisien; (4) Wawasan bertambah; (5) Mengetahui dan mengikuti perkembangan materi dan info-info lain yang berhubungan dengan bidang studi; dan (5) Membantu siswa melek ICT.

Beberapa guru SMA di sekolah tersebut mengaku dengan adanya konektivitas terhadap internet sekarang ini semakin mudah untuk mencari sumber-sumber belajar alternatif. Melalui google dan yahoo, guru dan juga murid sering memperoleh kemudahan dalam mencari materi-materi yang relavan dengan proses pembelajaran di kalas. “Mau mencari apa saja, sekarang ini sudah dengan mudah disediakan oleh mbah google”, begitu ungkapan yang populer di kalangan guru dan murid sekarang ini. 

Di kalangan siswa sendiri mengaku bahwa adanya internet memperjelas apa yang disampaikan oleh guru ketika di kelas. Biasanya guru punya keterbatasan dalam menyampaikan materi, terutama guru-guru yang generasi tua yang konservatif dan kurang akrab dengan internet. Guru generasi tua lebih suka menggunakan metode ceramah dan kurang memanfaatkan internet. Menghadapi situasi ini murid kemudian mencari sumber-sumber lain di internet yang lebih jelas dan lebih menarik karena disertasi dengan berbagai visualisasi. “Saya terus terang sekarang ini lebih terbiasa dengan visualisasi yang tersedia pada media baru untuk menangkap kejelasan pesan yang disampaikan.

Karena itu jika ada guru kurang jelas menjelaskan sebuah pokok bahasan karena hanya dijelaskan secara lisan, maka saya akan mengkonfirmasikan lagi di internet”, kata seorang murid berterus terang.  Di samping itu, beberapa informan mengaku bahwa dengan e-learning lebih efisien baik dalam waktu maupun tenaga. Sekarang ini tidak perlu susah-susah pergi ke perpustakaan atau ke toko buku untuk mencari buku atau materi apa saja yang berkaitan dengan pembelajaran di sekolah. Guru dan murid yang menjadi informan penelitian ini mengaku sangat terbantu dengan digitalisasi sumber belajar yang dengan mudah bisa diakses melalui internet. “Sekarang ini belajar terasa lebih praktis, ketika semuanya sudah banyak yang tersedia secara digital di jaringan internet.

Saya jarang ke perpustakaan untuk keperluan mencari sumber belajar yang cocok dengan materi pelajaran di kelas”, kata salah seorang murid menceritakan pengalaman belajarnya di era digital sekarang ini.  Lebih dari itu, bagi sebagian murid kehadiran media baru berbasis android sekarang ini terasa lebih membantu untuk memperluas wawasan. Dengan tersedianya berbagai informasi pembelajaran di dunia cyber, sangat memungkinkan siapa pun yang ingin menambah wawasan. “Sekarang mau mencari apa saja, semuanya sudah ada di internet. Tinggal menantang otak kita, kuat tidak untuk membaca air bah informasi pengetahuan dalam internet. Pokoknya tinggal menyesuaikan otok kita, internet sudah menyediakan semuanya untuk menambah wawasan kita”, kata seorang guru. 

Dengan tersedianya informasi dalam jaringan internet, guru dan murid merasakan manfaatnya untuk selalu memutakhirkan pengetahuanya. Bagi guru yang kreatif dan mau meningkatkan profesionalismenya, akan sangat terbantu dengan adanya internet. Salah seorang guru yang masih muda mengaku selalu mencari informasi pengetahuan yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dengan memanfaatkan internet. “Saya selalu berusaha mencari informasi pengetahuan baru terkait dengan kompetensi saya melalui google”, kata seorang guru muda ini berterus terang. 

Pengakuan sejumlah informan, baik dari kalangan guru maupun murid mengindikasikan bahwa bagi sebagian yang memiliki konsep diri positif, terbuka, dan memiliki daya keingintahuan (quiriousity) tinggi, terbukti mampu mentransformasikan diri pada dinamika pendidikan era digital. Berkaitan dengan temuan ini, maka argumen kubu cyber optimists jika menginginkan terelaisasinya obsesi positif kehadiran media baru, maka memang perlu adanya transformasi kultur bagi penggunanya. Kultur membaca di kalangan para guru dan murid adalah salah satu prasyarat dasar bagi kelancaran dalam transformasi kultural dalam menyesuaikan dengan dinamika pendidikan era digital, sehingga kehadiran media baru terbukti mendorong keberlangsungan pembelajaran yang efektif dan produktif.
  
4.      Media Pembelajaran

Melihat perkembangan media baru yang begitu pesat dan merambah pada aspek pembelajaran, terutama setelah kehadiran mesin pencari google, maka terjadi pelunakan sikap institusi sekolah terhadap kehadiran HP. Terutama HP berbasis android dan IOS ini menjelma menjadi media konvergensi, dalam arti satu perangkat HP bisa memiliki fungsi mencakup berbagai media komunikasi. Dengan HP berbasis android ini pengguna bisa mengakses berbagai informasi melalui jenis media beragam sekaligus, seperti radio, televisi, majalah dan Koran digital, serta berbagai media lainnya.

Bahkan dalam media instruksional pembelajaran, hampir semua jenis media bisa diakses sekaligus dalam HP berbasis android ini.  Fakta masif dan intensifnya media baru ini kemudian mendorong insitusi pendidikan memanfaatkan media baru sebagai sarana pembelajaran, dan bahkan mengeluarkan regulasi dan kebijakan agar insitusi sekolah memanfaatkan pembelajaran berbasis web, seperti e-learning, e-library, dan e-book, serta layanan birokrasi akademik berbasis online.

Tidak terkecuali di SMA I Minggir, sebagai bagian dari institusi negara, harus melaksanakan kebijakan pemerintah pusat untuk menggunakan media berbasis web ini dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, proses, dan evaluasinya.  Kehadiran media baru sebagai konsekuensi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mewujud pada media pembelajaran berbasis ICT telah  menjadi fenomenal dan faktual.

Situasi ini tentu memiliki implikasi terhadap keberadaan media lama dan sumber-sumber belajar konvensional seperti poster, speciment, power point, dan media cetak seperti buku, majalah, surat kabar, dan bahan ajar modul; juga sumber belajar seperti perpustakaan, laboratorium, dan ruang kelas.  Kehadiran media online, sebagaimana temuan penelitian ini tidak otomatis mengganti secara total terhadap media lama dan sumber belajar lama. Akan tetapi fungsi komplementer media online mulai ada kecenderungan mendominasi, dan lambat tapi pasti mulai mengganti peran media dan sumber belajar lama.

Salah satu faktor penyebabnya adalah tawaran sumber daya yang dimiliki media baru ini memang semakin menarik pengguna, seperti lebih praktis, murah, mudah, dan cepat akses. Kehadidran media baru, dilihat dari sisi guru, memang belum mampu menggeser peran guru sebagai sosok sentral dalam proses pembelajaran di sekolah. Akan tetapi sudah muncul kekhawatiran di kalangan guru itu sendiri seiring semakin menyebar dan masifnya media baru yang menawarkan sumber daya lebih kuat daripada peran guru.

Dari sisi pandangan murid, ke depan peran guru semakin kurang penting, bahkan itu untuk fungsi ranah afeksi, seperti pembelajaran budi pekerti, karena media baru menawarkan paket-paket pembelajaran  yang lebih menarik dan mudah diakses.



SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM



LihatTutupKomentar