pengertian fiqih ushul fiqih ( objek kajian dan dasar hukum )



BAB II
PEMBAHASAN

1.    A.    Pengertian Fiqh dan Ushul fiqh
1.    Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh secara etimologi
2.   Pengertian Fiqh
Fiqih (الفقه) secara bahasa berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti mengerti atau paham. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Artinya : “dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku”. (QS. Thaha [20] : 27-28)
Disini ditarik perkataan fiqh, yang memberikan pengertian pemahaman yang mendalam terhadap hukum syariat.
1.    Pengertian Ushul Fiqh
Ushul fiqih (أصول الفقه) tersusun dari dua kata, yaitu ushul (أصول) dan fiqh (الفقه).
Ushul (أصول) merupakan jamak (bentuk plural / majemuk) dari kata ashl (أصل) yang berarti dasar, pondasi atau akar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya : “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”. (QS. Ibrahim [14] : 24)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah di kitab beliau, asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, menyatakan bahwa arti ashl (أصل) secara bahasa adalah perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik pada sesuatu yang bersifat indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi, atau bersifat aqli, seperti membangun ma’lul diatas illah danmadlul diatas dalil.
Sehingga pengertian Ushul Fiqh secara etimologi ialah dasar atau pondasi (kaidah) dari suatu pemahaman.



1.    Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh secara Terminologi
1.    Pengertian Fiqh
1)      Menurut Tajuddin Ibnu as-Subky, Fiqh adalah ilmu tentang hukum syara’ mengenai perbuatan (manusia) yang amali (praktikal) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang rinci[1].
2)      Menurut Zakariya al-Bari, Fiqh adalah hukum syara’ yang amali diperoleh dengan cara istinbath (penetapan hukum) oleh para mujtahid dari dalil syara’ yang rinci.
3)      Menurut Muhammad Abu Zahrah, Fiqh adalah kumpulan hukum-hukum syara’ yang bersifat amali yang diambil dari dalil-dalil yang tafsili (rinci)[2].
4)      Menurut Prof. Dr. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu Fiqh adalah suatu kumpulan ilmu yang sangat besar pembahasannya, yang mengumpulkan berbagai ragam jenis hukum islam dan bermacam aturan hidup, untuk keperluan seseorang, golongan dan masyarakat umum manusia[3].
Sehingga pengertian Fiqh secara terminologi adalah ilmu tentang hukum syara’, mengenai perbuatan manusia yang amaliah yang rujukannya berasal dari dalil yang terperinci.
1.    Pengertian Ushul Fiqh
1)      Menurut Al-Baidhawi dari kalangan ulama Syafi’iyah, yang dimaksud ushul fiqh ialah Ilmu pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara global, metode penggunaan dalil tersebut dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakannya.
2)      Jumhur ulama ushul fiqh mendefinisikan ushul fiqh sebagai himpunan kaidah yang berfungsi sebagai alat penggalian hukum-hukum syara’ (istimbath hukum) dari dalil-dalilnya atau pengetahuan tentang kaedah-kaedah yang dapat menghantarkan seseorang kepada penggalian hukum (istimbathul ahkam)
3)      Menurut Abd. Wahhab Khallaf, Ushul Fiqh ialah Ilmu pengetahuan tentang kaedah-kaedah dan metode penggalian hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan kaedah-kaedah atau metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci.
4)      Menurut Prof. Dr. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya, dan dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan dalil-dalil hukum)[4].
5)      Drs. Muhammad Thalib, Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang merupakan sarana untuk mendapatkan hukumnya, perbuatan yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan dalil secara terperinci[5].
Sehingga pengertian Ushul Fiqh secara terminologi ialah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang berfungsi sebagai alat penggalian hukum-hukum syara’ dari dalil-dalil yang terperinci.

1.    B.     Objek Pembahasan
Dari penjelasan tentang hubungan antara ushul fiqh dengan fiqh serta perbedaan masing-masing, maka jelas pula bahwa  objek ushul fiqh berbeda dengan objek fiqh.
1.    Objek Pembahasan Fiqh
Objek fiqh adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia beserta dalil-dalilnya yang terinci. Adapun pendapat lain tentang objek fiqh ialah hukum perbuatan mukallaf, yakni halal, haram, ajib, mandub, makruh, dan  mubah baserta dalil- dalil yang mendasari ketentuan hukun tersebut.[6] Fiqh membahas dalil-dalil tersebut untuk menetapkan hukum-hukum cabang yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Sedangkan ushul fiqh meninjau dari segi penetapan hukum, klasifikasi argumentasi serta situasi dan kondisi yang melatarbelakangi dalil-dalil tersebut.
1.    Objek Pembahasan Ushul Fiqh
Dari berbagai definisi, terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian Ushul Fiqh secara garis besarnya ada tiga :
1.    Sumber hukum dengan segala seluk beluknya.
2.   Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
3.   Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua permasalahaanya.[7]
Selain itu ada objek pembahasan lain dalam ushul fiqh meliputi :
1.    Pembahasan tentang dalil.
Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu persatu dalil bagi setiap perbuatan.
1.    Pembahasan tentang hukum
Pembahasan tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum, tidak dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan tentang hukum ini, meliputi pembahasan tentang macam-macam hukum dan syarat-syaratnya. Yang menetapkan hukum (al-hakim), orang yang dibebani hukum (al-mahkum ‘alaih) dan syarat-syaratnya, ketetapan hukum (al-mahkum bih) dan macam-macamnya dan perbuatan-perbuatan yang ditetapi hukum (al-mahkum fih) serta syarat-syaratnya.
1.    Pembahasan tentang kaidah
Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk memperoleh hukum dari dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-macamnya, kehujjahannya dan hukum-hukum dalam mengamalkannya.
1.    Pembahasan tentang ijtihad
Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-syarat bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang dilihat dari kaca mata ijtihad dan hukum melakukan ijtihad.
Jadi objek pembahasan ushul fiqh ini bermuara pada hukum syara’ ditinjau dari segi hakikatnya, kriterianya, dan macam-macamnya. Hakim (Allah) dari segi dalil-dalil yang menetapkan hukum, mahkum ‘alaih (orang yang dibebani hukum) dan cara untuk menggali hukum yakni dengan berijtihad.

1.    C.    Kegunaan Fiqh dan ushul Fiqh
Setelah mengetahui definisi ushul fiqh beserta pembahasannya, maka sangatlah penting untuk mengetahui tujuan dan kegunaan ushul fiqh. Tujuan yang ingin dicapai dari ushul fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dali syara’ yang terperinci agar sampai pada hukum-hukum syara’ yang bersifat amali. Dengan ushul fiqh pula dapat dikeluarkan suatu hukum yang tidak memiliki aturan yang jelas atau bahkan tidak memiliki nash dengan cara qiyas, istihsan, istishhab dan berbagai metode pengambilan hukum yang lain. Selain itu dapat juga dijadikan sebagai pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab diantara para Imam mujathid. Karena tidak mungkin kita hanya memahami tentang suatu hukum dari satu sudut pandang saja kecuali dengan mengetahui dalil hukum dan cara penjabaran hukum dari dalilnya. Para ulama terdahulu telah berhasil merumuskan hukum syara’ dengan menggunakan metode-metode yang sudah ada dan terjabar secara terperinci dalam kitab-kitab fiqh. Kemudian apa kegunaan ilmu ushul fiqh bagi masyarakat yang datang kemudian? Dalam hal ini ada dua maksud kegunaan, yaitu:
Pertama, apabila sudah mengetahui metode-metode ushul fiqh yang dirumuskan oleh ulama terdahulu, dan ternyata suatu ketika terdapat masalah-masalah baru yang tidak ditemukan dalam kitab terdahulu, maka dapat dicari jawaban hukum terhadap masalah baru itu dengan cara menerapkan kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua, apabila menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab fiqh, akan tetapi mengalami kesulitan dalam penerapannya karena ada perubahan yang terjadi dan ingin merumuskan hukum sesuai dengan tuntutan keadaan yang terjadi, maka usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan kaidah yang baru yang memungkinkan timbulnya rumusan baru dalam fiqh. Kemudian untuk merumuskan kaidah baru tersebut haruslah diketahui secara baik cara-cara dan usaha ulama terdahulu dalam merumuskan kaidahnya yang semuanya dibahas dalam ilmu ushul fiqh.
Adapun kegunaan lain dari ilmu-ilmu ushul fiqih diantaranya :
1.    Dengan mengetahui ushul fiqh, kita akan mengetahui dasar-dasar dalam berdalil, dapat menjelaskan mana saja dalil yang benar dan mana saja dalil yang palsu. Dalil yang benar adalah apa yang ada di dalam al-qur’an, hadist rosulullah serta perkataan para sahabat, sedangkan dalil-dalil yang palsu adalah seperti apa yang didakwahkan oleh kaum syiah, dimana mereka mengatakan bahwa mimpi dari seorang yang mereka agungkan adalah dalil. Atau juga kelompok lain yang mengatakan bahwa perkataan para tabi’in adalah dalil, ini merupakan dalil yang palsu yang dapat merusak syariat islam yang mulia ini
2.   Dengan ushul fiqh, kita dapat mengetahui cara berdalil yang benar, dimana banyak kaum muslimin sekarang yang berdalil namun dengan cara yang salah. Mereka berdalil namun dalil yang mereka gunakan tidaklah cocok atau sesuai dengan pembahasan yang dimaksudkan, sehingga pemaknaan salah dan hukum yang diambil menjadi keliru. Seperti halnya mereka menghalalkan maulid nabi dengan dalil sunnahnya puasa senin, yang mana ini sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa itu adalah salah?? Yakni dengan mempelajari ushul fiqh.
3.   Ketika pada jaman sekarang timbul perkara-perkara yang tidak ada dalam masa nabi, terkadang kita bingung, apa hukum melaksanakan demikian dan demikian, namun ketika kita mempelajari ushul fiqih,kita akan tahu dan dapat berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan di dalam al-qur’an dan hadits. Seperti halnya penggunaan komputer, microphone dll.
4.   Dalam ushul fiqh akan dipelajari mengenai kaidah-kaidah dalam berfatwa, syarat-syaratnya serta adab-adabnya. Sehingga fatwa yang diberikan sesuai dengan keadaan dari yang ditanyakan.
5.    Dengan mempelajari ushul fiqh, kita dapat mengetahui sebab-sebab yang menjadikan adanya perselisihan diantara para ulama dan juga apa alasan mereka berselisih, sehingga dari hal ini kita akan lebih paham dan mengerti maksud dari perbedaan pendapat tersebut, yang akhirnya kita bisa berlapang dada terhadap perbedaan pendapat yang terjadi, bukannya saling mengejek dan menjatuhkan satu sama lainnya.
6.   Ushul fiqh dapat menjauhkan seseorang dari fanatik buta terhadap para kiayi, ustadz atau guru-gurunya. Begitu pula dengan ushul fiqh seseorang tidak menjadi taklid dan ikut-ikutan tanpa mengetahui dalil-dalilnya.
7.    Ushul fiqh dapat menjaga aqidah islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang yang menyimpang. Sehingga ushul fiqh merupakan alat yang bermanfaat untuk membendung dan menangkal segala bentuk kesesatan.
8.   Ushul fiqh menjaga dari kebekuan agama islam. Karena banyak hal-hal baru yang belum ada hukumnya pada jaman nabi, dengan ushul fiqh, hukum tersebut dapat diketahui.
9.   Dalam ushul fiqh, diatur mengenai cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil yang benar dan diakui, tidak semata-mata pendapatnya masing-masing. Sehingga dengan hal ini, debat kusir akan terhindari dan jalannya diskusi dihiasi oleh ilmu dan manfaat bukannya dengan adu mulut.
10.                        Dengan ushul fiqh, kita akan mengetahui kemudahan, kelapangan dan sisi-sisi keindahan dari agama islam.

1.    D.    Ilmu-ilmu Pembantu Ushul Fiqh
1.    Ilmu Ushuludin, yaitu ilmu-ilmu yang membahas masalah keyakinan. Ilmu ushul fiqh bersumber dari ilmu ushuludin, karena dalil yang dibahas di dalam ushul fiqh adalah dalil yang terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunnah , dan keduanya diturunkan oleh Allah swt.  Kalau tidak ada keyakinan seperti ini ,  niscaya ilmu ushul fiqh ini tidak akan pernah muncul ke permukaan, karena salah satu tujuan ilmu ini adalah meletakkan kaidah-kaidah di dalam  proses pengambilan hukum dari kedua sumber tadi.
2.   Ilmu Bahasa Arab, yaitu ilmu-ilmu yang membahas tentang Bahasa Arab dengan segala cabangnya.  Ilmu Ushul Fiqh  bersumber dari Bahasa Arab, karena ilmu ini mempelajari teks-teks yang ada di dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang keduanya menggunakan bahasa Arab. Ilmu bahasa Arab ini mempunyai hubungan yang paling erat dengan ilmu ushul fiqh, karena mayoritas kajiannya  adalah berkisar tentang metodologi penggunaan dalil-dalil  syar’I, baik yang bersifat al-lafdhi ( tekstual ) maupun yang bersifat al ma’nawi ( substansial ) – sebagaimana yang pernah diterangkan -  yang pada hakekatnya adalah pembahasan tentang  bahasa Arab.
3.   Ilmu Al Qur’an
4.   Hadist

1.    E.     Kronologis timbulnya Fiqh dan Ushul Fiqh
Ushul fiqih ada sejak fiqh ada. Dimana ada fiqh, maka disana wajib ada ushul fiqh, ketentuan dan kaidahoya. Karena, fiqh adalah hakikat yg dicari ushul fiqh.
Sekalipun fiqh dan ushul fiqh saling berkaitan, akan tetapi fiqh lebih awal dibukukan. Hal ini bukan berarti ushul fiqh tdak ada sebelum adanya fiqh atau dg kata lain para ulama pada saat itu tdk menggunakan kaidah ushul fiqh dalam mencetuskan suatu hukum. Akan tetapi, para mujtahid dan ulama fiqih pd saat itu, sudah menggunakan metode yang telah ditetapkan sekalipun tdk disebut sbg ushul fiqih.
Pada masa Nabi saw, tdk perlu membahas ushul fiqh, apalagi membukukannya. Karena pada saat itu, segala permasalahan dapat diselesaikan dg cara menanyakannya kepada Nabi. Shg tidak ada satu faktor pun yg mengharuskao para shbt untuk berijtihad. Setelah Nabi Saw wafat, muncul banyak permasalahan baru. Namun, bisa terselesaikan dg ijtihad dan dicetuskan hukumnya dr Al Qur’ an dan Sunnah. Namun, ulama fiqh dari kalangan sahabat belum merasa perlu untuk berbicara kaidah atau metode dlm pengambilan dalil dan pencetusan hukum, karena mereka memahami bahasa arab dan seluk-beluknya serta segi penunjukan kata dan kalimat pada makna yang dikandungnya. Mereka mengetahui rahasia dan hikmah pensyariatan, sebab turunnya Al Quran dan datangnya sunnah. Cara sahabat dalam mencetuskan hukum: ketika muncul sebuah permasalahan baru, mereka mencari hikmahnya dalam Kitab, jika belum menemukan mereka mencarinya ke sunnah, jika belum menemukan juga, mereka berijtihad dengan cahaya pengetahuan mereka tentang maqashid as-syariah (tujuan pensyariatan) dan apa yang diisyaratkan oleh nash. Mereka tidak menemui kesulitan dalam berijtihad dan tidak perlu membukukan kaidah-kaidahnya. Mereka benar-benar dibantu oleh jiwa ke-faqihan yang mereka dapatkan setelah menemani dan menyertai Nabi SAW sekian lama. Para sahabat memiliki keistimewaan berupa ingatan yang tajam, jiwa yang bersih dan daya tangkap yang cepat. Sampai masa sahabat lewat, kaidah ushul fiqh belum dibukukan, demikian pula pada masa tabi’in, mereka mengikuti cara sahabat dalam mencetuskan hukum. Tabi’in tidak merasa perlu membukukan kaidah pencetusan hukum, karena mereka hidup dekat dengan masa Nabi dan telah belajar banyak dari sahabat.
Setelah lewat masa tabi’in, kekuasaan Islam semakin meluas, permasalahan dan hal-hal baru muncul, orang arab dan non arab bercampur sehingga bahasa arab tidak murni lagi, muncul banyak ijtihad, mujtahid dan cara mereka dalam mencetuskan hukum, diskusi dan perdebatan meluas, keraguan dan kebimbangan menjamur. Karena itulah ulama fiqh kemudian menganggap perlu untuk meletakkan kaidah dan metode berijtihad, agar para mujtahid dapat menjadikannya rujukan dan ukuran kebenaran saat terjadi perselisihan. Kaidah-kaidah yang mereka letakkan adalah berlandaskan pada tata bahasa arab, tujuan dan rahasia pensyariatan, maslahat (kebaikan), dan cara sahabat dalam pengambilan dalil. Dari semua kaidah dan pembahasan itulah ilmu Ushul Fiqh muncul. Ilmu ushul fiqh muncul –dalam bentuk pembukuan- adalah sebagai konsekuensi dari banyaknya kaidah yang muncul dalam perdebatan ulama ketika menjelaskan hukum, mereka menyebutkan hukum, dalil dan segi penunjukan dalil. Perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh didukung oleh kaidah ushul fiqh, masing-masing mereka mendasarkan pendapatnya pada kaidah ushul untuk memperkuat analisis, meningkatkan pamor madzhab (aliran), dan menjelaskan rujukan dalam ijtihad mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ulama yang pertama kali menulis tentang ushul fiqh adalah Abu Yusuf, ulama pengikut madzhab Hanafiyah, akan tetapi kitab-kitabnya tidak pernah kita temukan. Sedangkan pendapat yang umum di kalangan ulama, bahwa ulama yang pertama kali membukukan ilmu ushul fiqh adalah Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i (w. 204 H). Imam Syafi’i menulis kitab Ar Risalah yang terkenal. Di dalamnya Syafi’i berbicara tentang Al Quran, bagaimana Al Quran menjelaskan hukum, sunah menjelaskan Al Quran, Ijma’ dan Qiyas, Nasikh dan Mansukh, Amar dan Nahi, berhujjah (berargumentasi) dengan hadits ahad, dan bahasan ushul fiqh yang lain.
Syafi’i menulis Ar-Risalah dengan teliti, mendalam, setiap pendapatnya didasarkan dalil, dan mendiskusikan pendapat yang berbeda secara ilmiah, sempurna dan mengagumkan.
Setelah Syafi’i, Ahmad bin Hanbal menulis kitab tentang taat kepada Rasulullah SAW, kedua tentang nasikh dan mansukh dan ketiga tentang ‘ilat. Setelah itu, para ulama berbondong-bondong menulis, menyusun, memperluas dan menambah bahasan.

















BAB III
SIMPULAN

1.    A.    Simpulan
1.    Pengertian Fiqh dan Ushul Fiqh
Pengertian Fiqh secara etimologi adalah pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan potensi akal.
Pengertian Ushul Fiqh secara etimologi ialah dasar atau pondasi (kaidah) dari suatu pemahaman yaitu pemahaman tentang dalil-dalil Ilmu fiqh.
1.    Objek Pembahasan Fiqh dan Ushul Fiqh
Objek Fiqh ialah hukum perbuatan mukallaf, yakni halal, haram, ajib, mandub, makruh, dan  mubah baserta dalil- dalil yang mendasari ketentuan hukun tersebut.
Objek Ushul fiqh :
1.    Sumber hukum dengan segala seluk beluknya.
2.   Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
3.   Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua permasalahaanya.
4.   Kegunaan Fiqh dan Ushul Fiqh
1.    Mengetahui dasar-dasar dalam berdalil,
2.   Dapat mengetahui cara berdalil yang benar,
3.   Akan tahu dan dapat berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan didalam al-qur’an dan hadits
4.   Dipelajari mengenai kaidah-kaidah dalam berfatwa, syarat-syaratnya serta adab-adabnya
5.    Mengetahui sebab-sebab yang menjadikan adanya perselisihan diantara para ulama dan juga apa alasan mereka berselisih, sehingga dari hal ini kita akan lebih paham dan mengerti maksud dari perbedaan pendapat tersebut
6.   Menjauhkan seseorang dari fanatik buta terhadap para kiayi, ustadz atau guru-gurunya
7.    Menjaga aqidah islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang yang menyimpang
8.   Menjaga dari kebekuan agama islam
9.   Diatur mengenai cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil yang benar dan diakui, tidak semata-mata pendapatnya masing-masing
10.                        Akan mengetahui kemudahan, kelapangan dan sisi-sisi keindahan dari agama islam
11. Ilmu-ilmu pembantu Fiqh dan Ushul Fiqh
1.    Ilmu Ushuludin
2.   Ilmu Bahasa Arab
3.   Ilmu Al Qur’an
4.   Hadist
5.    Kronologis timbulnya Fiqh dan Ushul

LihatTutupKomentar