Budaya Berbahasa Indonesia Dan Fenomena Bahasa Gaul Dalam Berkomunikasi



PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Bahasa dalam penggunaan (language in use) bukanlah sekedar alat komunikasi, tetapi lebih dari itu bahasa dalam penggunaan merupakan bagian dari pesan dalam komunikasi. Brown dan Yule mengidentifikasikan hal di atas dengan istilah ‘transaksionaldan ‘interpersonal’, sementara Halliday mengetengahkan istilah ‘ideasional’ dan ‘interpersonal’ dan menambahkan satu fungsi lagi, yaitu fungsi ‘tekstual’. Istilah transaksional atau ideasional mengacu pada fungsi bahasa untuk mengirim ‘isi pesan’ komunikasi, istilah interpersonal mengacu pada fungsi bahasa untuk membentuk ‘hubungan sosial’ dalam komunikasi tersebut, dan istilah tekstual mengacu pada fungsi ‘pengorganisasian’ gabungan kedua fungsi tersebut.
Sebagai bagian dari pesan, bahasa merupakan media untuk saling berhubungan antar penutur dan petutur. Dalam konteks transaksional ini, manusia berinteraksi untuk membangun hubungan sosial dan memelihara hubungan sosial itu dengan menggunakan bahasa pula.
Namun, seiring perkembangan zaman penggunaan bahasa khususnya bagi kita sendiri yaitu Bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai tercampur oleh percampuran kata-kata atau istilah-istilah asing yang mengakar dalam kehidupan masyarakat sehar-hari.
Maka dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai Bagaimana Budaya Komunikasi itu? Bagaimana Budaya Berbahasa Indonesia? Bagaimana fenomena-fenomena munculnya bahasa gaul?
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Budaya Komunikasi?
2.      Bagaimana Hubungan Budaya Dan Bahasa?
3.      Bagaimana Budaya Berbahasa Indonesia?
4.      Bagaimana Budaya Komunikasi Indonesia?
5.      Bagaimana Fenomena Bahasa Gaul Dalam Berkomunikasi?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk Memahami Pengertian Dari Budaya Komunikasi.
2.      Untuk Memahami Bagaimana Hubungan Antara Budaya Dan Bahasa.
3.      Untuk Memahami Bagaimana Budaya Berbahasa Indonesia.
4.      Untuk Memahami Bagaimana Budaya Komunikasi Indonesia
5.      Untuk Memahami Bagaimana Fenomena Bahasa Gaul Dalam Berkomunikasi.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Budaya Komunikasi
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansakerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Maka budaya merupakan hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Dalam bahasa Inggris, budaya disebut dengan culture. Culture berasal dari bahasa latin colere yang berarti mengolah dan mengerjakan. Definisi ini akhirnya berkembang menjadi segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan merubah alam.
E.B Tylor mendefinisikan bahwa budaya adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Edward T. Hall mengatakan, budaya adalah alat kehidupan bagi manusia, sehingga tidak ada satupun kehidupan yang tidak bersentuhan dengan budaya.
Sedangkan Selo Soemardjan dan Seolaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture). Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaedah-kaedah dan nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas. Cipta merulakan kemampuan mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidup bermasyarakat. Cipta menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.
Kata komunikasi atau communicatio, yang bersumber dari istilah communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua atau lebih. Dalam kehidupan sehari-hari selain makhluk individu, manusia juga membutuhkan interaksi dengan orang lain. Dari interaksi itulah terjadi komunikasi untuk menyampaikan pesan, saling bertukar informasi dengan orang lain untuk tujuan tertentu.
Evrett M. Roogers, mengemukakan pendapatnya yaitu komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerimaan atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Sedangkan menurut Theodore M. Newcomb setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan alat kehidupan bagi manusia. Budaya juga dikatakan sebagai kepribadian, cara seseorang memecahkan masalah, mengekpresikan diri, cara berfikir, bahkan termasuk juga sistem transportasi, perencanaan kota. Komunikasi dilakukan untuk menyampaikan maksud hati atau keinginan kepada orang lain.
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicara atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Secara umum, bahasa berfungsi sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Sama halnya dengan budaya, komunikasi akhirnya dapat memperlihatkan kepribadian dari komunikatornya atau dapat digunakan sebagai ajang mengekspresikan diri serta menyampaikan hasil pemikiran manusia. Ringkasanya dapat disimpulkan bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Budaya komunikasi akhirnya mengarah kepada pola atau bentuk gaya hidup. Bagaimana komunikasi menjadu suatu budaya yang melahirkan suatu pola atau gaya hidup tersendiri dalam masyarakat. Pola atau gaya hidup inipun akhirnya menjadi suatu identitas tersendiri bagi suatu masyarakat tertentu termasuk masyarakat indonesia.
Dunia komunikasi juga sering disebut sebagai budaya baru yang diciptakan oleh komunikasi-komunikasi modern. Budaya baru ini dapat menjadi suatu masalah yang rumit karena asalnya dari apa saja yang diungkapkan, disana juga muncul cara-cara berkomunikasi yang baru dengan bahasa yang baru, teknik-teknik yang baru dan psikologi yang baru.
Budaya komunikasi membuat dunia semakin sempit, jarak jauh menjadi dekat dan apa saja menjadi tidak mudah disembunyikan. Budaya komunikasi juga memungkinkan cepatnya akses penggabungan budaya atau proses alkulturasi budaya.
B.     Hubungan Budaya dan Bahasa
Ada berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu merupaan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dipisahkan. Ada yang mengataan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam kebudayaan akan tercermin didalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berfikir manusia atau masyarakat penuturnya.
Menurut Koentjaraningrat bahasa  merupakan bagian dari kebudayaan. Maka hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, dimana bahasa berada dibawah ruang lingkup kebudayaan.
Namun pendapat lain ada yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. Masinambouw menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia didalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi itu.
Dengan demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam, dua buah fenomena sangat erat sekali  bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.
C.    Budaya Berbahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi untuk Republik Indonesia, Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya karena bangsa Indonesia telah merdeka dan setelah adanya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudah diterbitkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya Bahasa Indonesia adalah bahasa campuran dari bahasa Melayu, namun seiring berkembangnya teknologi dan pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai  Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) dibawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.
Ejaan Van Ophuijsen diawali dari penyusunan kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) Van Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya  Commissie Voor de Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyar- KBR) pada tahun 1908.  Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, dibawah pimpinan D.A. Rinkes,  melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah membentuk  sekitas 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa persatuan bangsa pada saat  sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
D.    Budaya Komunikasi Indonesia
Budaya komunikasi di Indonesia secara dominan sifatnya adalah high contex culture. Budaya ini memfokuskan pemberian makna yang sangat tinggi pada konteks atau pesan nonverbal. Budaya konteks tinggi ini membuat masyarakat kurang menghargai pesan verbal (ucapan). Mereka akan lebih mementingkan bahasa tubuh (nonverbal) saat berkomunikasi. Kalau perlu, orang lain (komunikan) diharapkan dapat langsung mengerti bagaimana keinginan si komunikator tanpa harus mengucapkan inti permasalahan yang dimaksud.
Untuk mencapai inti dari keinginannya, komunikator budaya konteks tinggi cendrung berbicara memutar. Mereka justru menghindari  penyampaian langsung substansi pokok keinginan. Istilahnya, membiarkan orang lain menebak keinginan mereka melalui aspek nonverbal yang lebih dominan ditonjolkan. Sebaliknya, jika ada orang yang mengungkapkan keinginannya secara blak-blakan dan jujur, ia justru dicurigai kasar atau ambisius. Orang itu cendrung dianggap berbeda atau aneh dalam konteks yang mengarah negatif.
Pribahasa yang hidup di masyarakat seperti “sedikit bicara banyak bekerja”, “tong kosong nyaring bunyinya”, “air beriak tanda tak dalam” cukup merefleksikan budaya konteks tinggi masyarakat Indonesia yang tidak menyukai pembicaraan.
Bahasa verbal hanya sekedar dilakukan untuk beramah-ramah, mengingat Indonesia yang terkenal sebagai bangsa yang ramah. Terkadang, yang diucapkan tidaklah terlalu penting untuk diucapkan, bahkan bertolak belakang dengan tujuan komunikasi yang hendak dicapai. Yang penting ngomong atau menyapa.
E.     Fenomena Bahasa Gaul Dalam Berkomunikasi
Dibalik budaya berbahasa kita dalam berkomunikasi yang dinilai ramah, sopan dan santun, namun apakah kita sudah menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar? Sering kita temui banyak orang yang salah dalam berbahasa Indonesia, bahkan kesalahan ini terus dibiarkan dan akhirnya dijadikan menjadi bahasa keseharian mereka karena mereka terbiasa berbicara dengan bahasa yang salah.
Bahkan sekarang banyak beredar bahasa gaul yang sering anak-anak gaul remaja pakai dalam berbicara  dikehidupan keseharian mereka. Bahhkan bahasa gaul ini telah dikenal dan digunakan sejak tahun 1970. Selain karena seing digunakan oleh para remaja untuk menyampaikan suatu hal secara rahasia (tanpa diketahui guru dan orang tua mereka), juga banyak media (televisi, radio, film, majalah, dan lain-lain) yang menggunakan kata-kata itu, sehingga bahasa gaul menjadi sangat popular.
Media sangat memegang peranan penting dalam proses sosialisasi tersebut. Sebagai contoh  adalah masyarakatnya kata “cape dehh” dan lain-lain. Berikut ini beberapa bahasa gaul yang sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari:
a.       ALAY, singkatan dari Anak Layangan, yaitu orang-orang kampung yang bergaya norak. Alay sering diidentikkan dengan hal-hal yang norak dan narsis.
b.      KOOL, sekilas cara membacanya sama dengan cool (keren), padahal kata ini merupakan singkatan  dari Koalitas Orang Lowclass, yang artinya mirip dengan Alay.
c.       MENEKETEHE, kata ini sebenarnya berasal dari kata “Mana Kutahu” dan diplesetkan  oleh Tora Sudiro sekitar awal 2000-an di acara Extravaganza TransTV.
d.      LOL, kata ini belakangan sering dipakai, terutama dalam komunikasi Chatting, baik di YM, FB, Twitter, ataupun komunitas yang lain. Kata itu merupakan singkatan dari Laugh Out Loud yang berarti “tertawa terbahak-bahak”.
e.       LO atau Lu, kata ini sama seperti “Gue” yang sudah digunakan oleh Suku Betawi sejak bertahun-tahun lalu dan menjadi kata untuk menyebut Anda atau Kamu.

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Masyarakat Indonesia yang majemuk yang sangat kaya dengan berbagai macam bahasa daerah memiliki bahas persatuan yaitu  Bahasa Indonesia. Walaupun demikian disisi lain perbedaan ini justru berfungsi mempertahankan dasar identitas diri dan integrasi sosial masyarakat tersebut.
Media merupakan alat yang berperan penting dalam proses sosialisasi bahasa indonesia. Karena kebudayaan komunikasi indonesia yang cendrung masyarakatnya nonverbal, maka apapun yang ditayangkan dalam televisi, radio, film, majalah dan lain-lain akan mempengaruhi bagaimana masyarakat dalam berkomunikasi.
B.     Saran
Kita sebagai Masyarakat Indonesia, seharusnya lebih menjunjung tinggi Bahasa Indonesia sebagai salah satu Budaya Bangsa. Jangan sampai terjadi perubahan Logat bahasa yang notabenya tidak sesuai dengan budaya komunikasi kita yang dianggap ramah, sopan dan santun.

DAFTAR PUSTAKA
Bainar, Hajjah, dkk.. 2006. Ilmu Sosial, Budaya dan Kealaman Dasar. Jakarta: jenki Satria.
Devita, Rindra. 2008. “Basa-basi Trademark” Budaya Komunikasi Indonesia (rindradevita.wordpress.com/2008/08/07/basa-basi-trademark-budaya-komunikasi-indonesia/). Diakses pada 24 April 2014
Khaer, Abdul dan Leonia Agustina. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Kusumohamidjojo. 2010. Filsafat kebudayaan: Proses Realisasi Manusia. Yogyakarta: Jalasutra.
Mawardi dan Nur Hidayati. 2009. IAD-IBD-ISD cetakan VI. Bandung: Pustaka Setia.
Najib. 2013. Budaya Bahasa (najib.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/06/09/bahasa-dan-budaya/). Diakses pada 23 April 2014.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali Press.
Tilaar, H.A.R. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya.
LihatTutupKomentar