A.    Pendahuluan
Realitas Pendidikan Islam saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual deadlock. Diantara indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya pembaharuan, dan kalau toh ada kalah cepat dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek. Kedua, praktek pendidikan Islam sejauh ini masih memelihara warisan yang lama dan tidak banyak  melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu  aktual. Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-verbalistik dan  menegasikan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik  antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitikberatkan pada pembentukan ‘abd atau hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl.[1]
  Pendidikan dalam masyarakat modern  atau masyarakat yang sedang bergerak ke arah modern (modernizing) pada  dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara anak didik dan  lingkungan sosio-kulturalnya yang terus berubah. Fungsi pokok pendidikan  tersebut terdiri dari tiga bagian: sosialisasi, penyekolahan (schoolin), dan pendidikan (education). Sebagai  lembaga sosialisasi pendidikan adalah wahana bagi integrasi anak didik  ke dalamkelompok atau nasional yang dominan. Adapun penyekolaan  mempersiapkan mereka menduduki posis social-ekonomi. Sedangkan fungsi  pendidikan untuk menciptakan kelompok elite yang pada gilirannya akan  memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan  program modernisasi
Pendidikan  Keagaman (Islam) sebagaimana menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55  tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan adalah untuk  mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan pengetahuan tentang ajarana  agama dan atau ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.  Pendidikan Agama bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami  dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya adan atau menjadi ahli ilmu  agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif dan dinamis dalam  rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa dan  berakhlak mulia
            Tujuan Pendidikan keagamaan (Islam)  ideal telah  dijabarkan dalam   tujuan  Pendidikan agama Islam secara lebih spesifik dalam Keputusan Mentri  Pendidikan Nasional Republik Indonesia no. 23 tahun 2006 tentang standar  kompetensi Lulusan satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Standar kompetensi mata pelajaran pendidikan agama islam sekolah  menengah atas (SMA)/ madrasah aliyah (MA): (1)  Memahami  ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan fungsi manusia sebagai  khalifah, demokrasi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,  (2) Peningkatkan keimanan kepada Allah sampai Qadha dan Qadar melalui  pemahaman terhadap sifat dan Asmaul Husna, (3) Berperilaku terpuji  seperti hasnuzzhan, taubat dan raja dan meninggalkan perilaku tercela  seperti isyrof, tabzir dan fitnah, (4) Memahami sumber hukum Islam dan  hukum taklifi serta menjelaskan hukum muamalah dan hukum keluarga dalam  Islam, dan (5) Memahami sejarah Nabi Muhammad pada periode Mekkah dan  periode Madinah serta perkembangan Islam di Indonsia dan di dunia
Diperlukan Pemikiran kreatif, inovatif dan kritis  untuk mencapai Tujuan Tersebut di atas. Guru dan atau pendidik sebagai researcher dan developer  Proses Pembelajaran  perlu  melakukan terobosan dalam pengembangan kurikulum dalam aspek Orientasi  Pendidikan dan Model pembelajaran yang sesuai dengan   Tujuan  Pendidikan Islam tidak terlepas dari nilai-nilai ideal yang bercorak  Islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak  lain adalah tujuan yang merealisasikan idealitas islami. Sedangkan  idealitas islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai  perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada  Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati. Ketaatan  kepada kekuasaan Allah yang mutlak itu mengandung makna penyerahan diri  secara total kepadanya. Bila manusia telah bersikap menghambakan diri  sepenuhnya kepada Allah berarti telah berada di dalam dimensi kehidupan  menyejahterakan di dunia dan membahagiakan di akhirat.
Pendidikan Islam bertugas mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya   nilai-nilai  islami yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an an Hadits. Oleh sebab  itu pendidikan Islam bertugas di samping menginternalisasikan  (menanamkan dalam pribadi) nilai-nilai islami, juga mengembangkan anak  didik agar mampu melakukan pengamalan nilai-nilai itu secara dinamis dan  fleksibel dalam batas-batas konfigurasi idealitas wahyu Tuhan. Hal ini  berarti bahwa pendidikan Islam secara optimal harus mampu mendidik  anak  didik agar memiliki “kedewasaan dan kematangan” dalam beriman, dan  mengamalkan hasil pendidikan yang diperoleh sehingga menjadi pemikir  swkaligus pengamal ajaran Islam. Abu A’la al-Maududi salah seorang  cendikiawan Muslim menggambarkan tentang seorang yang intelektualitas  berkepribadian muslim bersikap: “…berbeda dengan seorang cendikiawan  yang kafir, seorang cendikiawan muslim menggunakan ilmu pengetahuaannya  dan kecerdasannya ntuk mengenal tuhannya, memantapkan keimanan kepadan  tuhannya, dan tanpa ada paksaan ia memilih jalan berbakti kepadanya…”[2]
Komperensi  internasional pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada 1977  merrumuskan tujuan pendidikan Islam untuk mencapai pertumbuhan  kepribadian manusia yang menyeluruh secara seimbang melalui latihan  jiwa, intelek, diri manusia yang rasional, perasaan dan jiwa karena itu  pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya;  spiritual intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah bahasa, baik secara  individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek ini  kea  rah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan  Muslim terletak pada perwujudan kedudukan yang sempurna kepada Allah  baik secara pribadi, komunitas maupun seluruh umat manusia.[3]
Tujuan pendidikan  sebagaimana  di sebut di atas harus dicapai dengan baik oleh pendidik dengan  berbagai strategi yang relevan. Beberapa strategi penajaran yang  diterapkan guru di sekolah memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai  kebutuhan siswa dan tujuan yang diharapkan. Namun ada  kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan  belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan  lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan  memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi  terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal  dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan salah satu konsep  belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan  dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan  antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan  mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil  pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran  berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,  bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran  lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam  kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.  Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi  informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja  bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).  Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata  guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. 
Atas  dasar pemikiran di atas jelas bahwa pembelajara Agama Islam membutuhkan  strategi yang relevan dengan kebutuhan siswa dan tujuan pembelajaran  PAI di sekolah-sekolah/Madrasah-madrasah. Salah satu strategi itu adalah  Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan atau strategi ini relevan dengan Pendidikan Agama Islam karena; Pertama,  Pengetahuan  agama yang dimiliki oleh siswa tidak akan bermakna bila materi  pelajaran itu tidak tidak ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Kedua,  Pembelajaran Agama selama ini masih sekedar mengumpulkan fakta-fakta  yang lepas-lepas tidak merupakan organisasi dari semua pengetahuan yang  dialami. Ketiga, pembelajaran PAI seharusnya sudah di arahkan pada pemecahan masalah. CTL adalah konsep pembelajaran bagaimana anak menyelesaikan maslah yang di hadapi. Keempat Pembelajaran PAI seharusnya proses menangkap pengetahuan dari kenyataan, sehinnga pengetahuan itu memiliki  makna dalam kehidupan siswa.   Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran PAI?
B.     Asas-asas Strategi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam diartikan sebagai  proses  transinternalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik  melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan pengasuhan dan  pengembangan potensinya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup  di dunia da di akhirat.[4]  Pengertian ini mengandung lima unsur pokok penddikan Islam, pertama,Proses transinternalisasi.  Kedua pengetahuan dan nilai Islam, ketiga,peserta didik sebagai subjek dan objek.  Keempat melalui upaya  pengajaran,  pembiasaan, bimbingan dan pengasuhan, pengawasan dan pengembangan  potensi, kelima, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di  dunia dan di akhirat
            Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar "transper of knowledge" ataupun "transper of training",  ....tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi  “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara  langsung dengan Tuhan .Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan  seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia  kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang  harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat  dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat  nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat.  Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits  
Berdasarkan hakikat pendidikan Islam di atas, Menurut Tim Depag [5] Asas-asas pelaksanaan strategi atau metode pendidikan Islam mencakup  (1) Asas Motivasi, artinya Pendidik harus berusaha membangkitkan minat  peserta didik sehingga seluruh perhatian mereka tertuju dan terpusat  pada bahan pelajaran yang sedang disajikan.(2) Asas Aktivitas,artinya  dalam proses belajar mengajar peserta didik harus diberi kesempatan  untuk mengambil bagian yang aktif, baik rohani maupun jasmani. (3) Asas  Apersepsi,artinya  pendidik harus menghubungkan bahan yang  akan dipelajari dengan apa yang telah diketahui peserta didik. (4) Asas  Peragaan,artinya pendidik memberikan variasi dalam cara-cara mengajar  dengan mewujudkan bahan-bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam  bentuk aslinya maupun tiruan. (5) Asas Korelasi, artinya proses belajar  mengajar adalah menyeluruh, mencakup berbagai dimensi yang kompleks yang  saling berhubungan. Pendidik hendaknya memandang peserta didik sebagai  sejumlah daya-daya yang dinamis yang senantiasa berinteraksi dengan  dunia sekitar untuk mencapai tujuan. (6) Asas Konsentrasi, asas yang  memfokuskan pada suatu pokok masalah tertentu dari keseluruhan bahan  pelajaran, jadi dengan asas ini pendidik mengupayakan memberikan masalah  yang menarik kepada peserta didik. (7) Asas Individualisasi, yaitu asas  yang memperhatikan perbedaan-perbedaan individu, baik pembawaan dan  lingkungan yang meliputi seluruh pribadi peserta didik. (8) Asas  sosialisasi, yaitu asas yang memperhatikan penciptaan suasan social yang  dapat membangkitkan semangat kerja sama antara peserta didik dan  pendidik atau sesame peserta didik dan masyarakat sekitarnya. (9) Asas  Evaluasi, yaitu asas yang memperhatikan hasil dari penilaian  terhadap kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik sebagai feedback pendidik  dalam memperbaiki cara mengajar. (10) Asas Kebebasan, asas ini  memberikan keleluasaan keinginan dan tindakan bagi peserta didik dengan  dibatasi  atas kebebasan yang mengacau pada hal-hal  positif. (11) Asas Linkungan, asas yang berpijak pada pengaruh  lingkungan akibat interaksi dengan lingkungan (12) Asas Globalisasi,  yaitu asas sebagai akibat psikologi totalitas (13) Asas Pusat  minat,yaitu asas yang memperhatikan kecenderungan jiwa yang tetap e  jurusan suatu hal yang berharga bagi seseorang. Sesuatu berharga apabila  sesui dengan kebutuhan (14)  Asas Keteladanan, peserta  didik memiliki kecenderungan belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan  dan tingkah laku orang sekitarnya.  dan (15) Asas  Pembiasaan, yaitu asas yang yang memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang  dilakukan oleh peserta didik. Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam  pembinaan dan pembentukan peserta didik
Masih  banyak asas dalam dalam penerapan berbagai strategi pembelajaran,  pembahasan ini tidak menjadi pokok dalam tulisan ini, namun memiliki  peran yang penting dalam menerapkan strategi pembelajaran, termasuk di  dalamnya strategi CTL. Beberapa asas di atas merupakan pandanga-pandangan secara umum dalam penerapan strategi pendidikan Islam termasuk dalam Contextual Teaching and Learning sehingga tujuan pendidikan Islam tercapai dengan baik
C.    Konsep Dasar  Contextual Teaching and Ledaarning
Contextual Teaching and Learning (CTL)  adalah suatu strategi Pembelajaran yang menekankan pada proses  keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang  dipelajari dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata  sehinggamendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka .[6] Dari konsep di atas ada tiga hal yang harus dipahami; pertama, CTL menekankan  kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses  belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong  siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan  situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap  hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata .  Hal ini sangat penting,sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang  ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu  bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan  tertanam erat dalam memori siswa  sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga, CTL mendorong  siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya bukan hanya  mengharapkan siswa memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi  bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam  kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk dalam otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
    Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran CTL memiliki 7 asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekata CTL. Asas ini sering juga disebut dengan Komponen pembelajaran[7] yang meliputi: (1) Konstruktivisme,  konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas  pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan  dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui  konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan  pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa  mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.(2) Tanya jawab,  dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru  maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan  kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara  berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan.  Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan  siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan  ke kelas. (3) Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun  pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya,  investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus  inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data,  analisis data, kemudian disimpulkan. (4) Komunitas belajar,  adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah  komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat  berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta  mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja  dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat. (5) Pemodelan,  dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa  dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang  diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara  belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa  berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik. (6) Refleksi,  yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan  pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah  diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu  tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung  tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku  siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu,  diskusi dan hasil karya. (7) Penilaian otentik, prosedur  penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap)  siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada;  pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu,  bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar  dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai  cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
D.    Penerapan CTL dalam pembelajaran
Dalam Penerapannya CTL adalah  sebuah Sistem yang menyeluruh yang terdiri dari bagian-bagian saling  berhubungan, jika bagian-bagian ini terjalin dengan baik maka akan  menghasilkan pengaruh yang lebih baik dan siswa akan mampu membuat  hubungan y ang menghasilkan makna. Sistem CTL  mencakup delapan komponen; (1)  membuat  kaitan-kaitan yang bermakna,(2) Melakukan pekerjaan yang berarti, (3)  Melakukan Pembelajaran yang diatur sendiri,(4) bekerjasama, (5) berpikir  kritis dan kreatif, (6) membantu individu tumbuh dan berkembang, (7)  mencaai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian yang  autentik.[8] 
Sehubungan dengan sitem di atas maka pembelajaran diarahkan pada pencapaian kompetensi yang sesuai dengan Sistem CTL sebagai berikut:[9]
Pertama,  Siswa akan   membangun  keterkaitan antara seolah dan konteks kehidupan nyata seperti bisnis  dan lembaga masyarakat. Berbagai cara efektif untuk mengaitkan  pembelajaran dengan konteks sehari-hari siswa, diantaranya adalah (1) di  kelas mengaitkan materi dengan konteks siswa, (2) Memasukkan materi  dari bidang lain dalam kelas, (3) mata pelajaran yang tetap terpisah,  tetapi mencakup topic-topik yang saling berhubungan (4) mata pelajaran  gabungan yang menyatukan dua atau lebih disiplin, (5) menggabungkan  sekolah dan pekerjaan (6) model kliah kerja nyata atau penerapan  terhadap hal-hal yang dipelajari di sekolah ke masyarakat. Contoh  penerapnnya, para guru mendorong siswa untuk membaca, menulis dan  berpikir secara kritis pada persoalan-persoalan  controversial di lingkungan atau masyarakat mereka.
Kedua, Para  siswa akan melakukan pekerjaan yang berarti; pekerjaan yang memiliki  tujuan, berguna untuk orang lain, yang melibatkan proses menentukan  pilihan dan menghasilkan produk nyata atau tidak nyata.
Ketiga, Siswa  akan bekerja sama; Membantu siswa bekerja dengan efektif dalam  kelompok, membantu mereka memahami bahwa apa yang mereka lakkan  mempengaruhi orang lain; membantu mereka berkomunikasi dengan orang  lain. Berbagai strategi untuk kerjasama yang dilakukan dalam kelas di  antarannya adalah; (1)tetap focus pada tugas kelompok,  (2)bekerja  secara kooperatif dengan para anggota kelompok lainnya, (3) mencapai  keputusan kelompok untuk setiap masalah, (4) meyakinkan bahwa setiap  orang dalam kelompok  memahami  setiap solusi  yang ada sebelum melangkah lebih jauh, (5) mendengarka orang lain dengan  seksama dan mencoba memanfaatkan ide-ide mereka, (6) berbagi  kepemimpinan dalam kelompok (7) memastikan setiap orang  ikut berpartisipasi  dan tidak ada salah seorang yang mendominasi kelompok (8) bergiliran mencatat hasil-hasil yang telah dicapai kelompok
Keempat, Para  siswa akan menjadi siswa yang dapat mengatur diri sendiri dan aktif  sehingga dapat mengembangkan minat individu, mampu bekerja sendiri atau  dalam kelompok dan belajar lewat praktek. Langkah yang diambil siswa  untuk menguasai kemampuan mengatur sendiri adalah dengan; mengambil  tindakan, mengajukan pertanyaan, membuat pilihan, membangun kesadaran  diri, kerjasama. 
Kelima, Para siswa akan menggunakan pikiran ingkat tinggi ang kreatif dan kritis;  menganalisis,  melakukan sintesis,memecahkan masalah, membuat keputusan, menggunakan  logika dan bukti.Ada delapan langkah yang dilakukan oleh pemikir kritis;  Pertama, Apa isu,  masalah, keputusan atau kegiatan yang sedang dpertimbangkan? Kedua,apa sudut pandangnya? Ketiga,apa alas an yang diajukan? keempat,Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? kelima,Apakah bahasanya jelas, keenam,apakan alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan. Ketujuh,Kesimpulan apa yang ditawarkan? kedelapan,apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?
 Keenam, Para  siswa akan mengembangkan setiap individu; tahu, member perhatian dan  meletakkan harapan yang tinggi untuk setiap anak. Memotivasi dan  mendorong setiap siswa. Siswa tidak dapat sukses tanpa dukungan dari  orang sewasa, para siswa menghormati teman sebaya dan orang dewasa. Cara  yang perlu dilakukan dalam membangun hubungan dengan siswa agar siswa  dapat mengembangkan kemampuannya adalah; pertama, mengenal  kehidupan rumah, ketakutan siswa dan kemampuan setiap siswa.seperti  meminta setiap anak untuk enyisihkan beberapa menit setiap hari Jum’at  menulis sebuah catatan singkat yang mengevaluasi perilaku mingguan  mereka sebagai sesuatu yang perlu perbaikan. kedua, melakukan komunikasi dengan keluarga para siswa. Seperti mengundang ayah kerabat siswa untuk mendiskusikan persoalan siswa.
Ketujuh, Para  siswa akan mengenali dan mencapai standar tinggi; mengidentifikasi  tujuan yang jelas dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Menunjukkan  kepada mereka cara untuk mencapai keberhasilan. Dalam system CTL guru  dituntut untuk merumuskan tujuan-tujuan yang tidak hanya berat, tetapi  juga tujuan yang menggabungkan pengetahuan dan tindakan dengan cara yang  bermakna bagi para siswa. Beberap cara yang perlu dilakukan guru  adalah: (1) Beritahukan pengetahuan yang akan dipelajari dari suatu mata  pelajaran. )2)gunakan kata kerja aktif untuk menentukan dengan tepat  apa yang harus dilakukan oleh para siswa setelah berhasil menguasai  pengetahuan ini. (3)Jelaskan mengapa para siswa akan akan mendapatkan  keuntungan setelah menelesaikan tugas tersebut. (4) Beritahu cara-cara  apa saja yang bisa digunakan para siswa untuk menunjukkan bahwa mereka  telah menguasai  pengetahuan dan keterampilan  yang  diminta. (5) Beri tahu para siswa cara mendapatkan hasil terbaik dari  tugas, kegiatan, penilaian atau mata pelajaran yang diberikan.  (6)Bandingkan tujuan-tujuan anda dengan tujuan-tujuan yang terdapat pada  standar eksternal.
E.      Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam  pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana  kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi  tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan  topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan  pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran,  langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara  umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran  konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang  membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional  lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan  operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih  menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut:  (1) Nyatakan  kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan  siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi  dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar. (2) Nyatakan tujuan  umum pembelajarannya. (3) Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu  (4) Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa, (5) Nyatakan  authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati  partisipasinya dalam pembelajaran. 
Untuk lebih memahami  bagaimana mengaplikasikan CTL dalam proses Pembelajaran Agama Islam di sekolah Menengah di sajikan  beberapa contoh penerapannya. Dalam contoh ini dipaparkan bagaimana guru  menerapkan pola pembelajaran konvensional[10] dan dengan pola CTL.  Hal ini dimaksudkan agar dapat dipahami perbedaan penerapan kedua pola  pembelajaran tersebut. Misalnya Pada Kelas XI semester I pada jam  tertentu guru akan membelajarkan anak tentang Mu’amalah dengan Standar  Kompetensi: [11]“Memahami hukum Islam tentang Mu’amalah. Sedangkan Kompetensi Dasar yang diharapkan  (1) Menjelaskan azas-azas transaksi ekonomi dalam Islam, (2) Memberikan contoh transaksi ekonomi dalam Islam dan (3) Menerapkan transaksi ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari.  
1.      Pola Pembelajaran Konvensional
Untuk Mencapai tujuan kompetensi tersebut di atas, mungkin guru menerapkan strategi Pembelajaran sebagai berikut: [12] (a) Siswa disuruh membaca buku tentang mu’amalah, (b) Guru menyampaikan  materi pelajaran sesuai dengan pokok-pokok materi pelajaran seperti  yang terdapat dalam kompetensi dasar di atas, (c) Guru memberi  kesempatan kepada siswa untuk bertanya manakala ada hal-hal yang kurang  jelas (metode diskusi dan tanya jawab), (d) Guru mengulas pokok-pokok  materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan dengan menyimpulkan,  (e) Guru melakukan post-tes  evaluasi sebagai upaya untuk  mengecek terhadap pemahaman siswa tentang materi pelajaran yang telah  disampaikan dan (f) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan sesuai  dengan tema Mu’amalah.
2.      Pola Pembelajaran CTL
Untuk mencapai tujuan yang sama dengan menggunakan CTL guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti di bawah ini
a.    Pendahuluan: 
1)      Guru  menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses  pembelajaran dan pentingnya materi pembelajaran yang akan dipelajari
2)      Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL; 
·         Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa;
·         Tiap  kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi; misalnya kelompok 1 dan 2  melakuka observasi ke BANK Syari’ah dan kelompok 3 dan 4 melakukan  observasi ke BANK KONVENSIONAL
·         Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbgai hal yang ditemukan oleh siswa
b.    Pada bagian Inti dibagi menjadi 2 bagia: 
Di  Lapangan; Siswa melakukan observasi ke BANK sesuia pembagian tugas  kelompok, Sisa mencatat hal-hal yang mereka temukan di BANK sesuai  dengan alat observasi yang mereka tentukan sebelumnya
Di  Kelas ,Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai kelompoknya  masing-masing, Siswa melaporkan hasil diskusi, Setiap kelompok menjawab  setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain
a.    Bagian Penutup
1)        Dengan  bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah  transaksi ekonomi Islam sesuai indikator hasil belajar yang harus  dicapai
2)        Guru menugaskan siswa utuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema transaksi Ekonomi Islam
Dari gambaran pembelajaran di atas terlihat dengan jelas bagaimana perbedaan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran CTL. Pada bagian pendahuluan guru lebih berperan sebagai pengarah dan fasilitator  dengan  menjelaskan standar kompetensi pembelajaran dan kompetensi dasar serta  indikator-indikator yang di gunakan dalam pembelajaran serta  langkah-langkah pembelajaran berdasarkan konsep CTL. Kemudian pada bagian inti  guru melaksanakan tugasnya sebagai pembimbing dan fasilitator dengan  membimbing siswa berdiskusi masalah pokok dalam pembelajaran Agama  Islam. Guru tidak memulai pembelajaran dengan menjelaskan materi yang  akan dipelajari dan tidak pula menyuruh siswa mendengarkan  ceramah-ceramah guru yang sering membosankan siswa, tetapi meminta siswa  menceritakan pengalaman masing-masing berdasarkan pengamatan yang  dilakukan di lapangan. Dalam hal ini siswa dituntut merekonstruksikan  pengetahuan-pengetahuan yang di dapat dilapangan kedalam sebuah konsep,  kemudian guru hanya meluruskan konsep itu sesui materi yang dipelajari
G.    Kesimpulan
Strategi Pembelajaran CTL dapat diterapkan dalam mata pelajaran apapun, termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Untuk menerapkan strategi  itu perlu diktahui konsep dasar  CTL dan hubnungannya dengan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam.  Prinsip penerapannya adalah pendidik harus menghubungan materi pelajaran  dengan pengetahuan siswa, dan pengetahuan itu tidak semata-mata  diterima oleh siswa, tetapi siswa diberi keleluasaan menemukan materi  pembelajaran sehinga siswa dapat merekonstruksi pengetahuan itu menjadi  pengetahuan yang bermakna kemudian pendidik mendorong siswa menerapkan  pengetahuan itu dalam kehidupan nyata, sehingga pengetahuan bukan  sekedar konsep-konsep yang terpisah dalam memori siswa yang mudah  dilupakan dalam kehidupannya. Disinilah perlunya seorang pendidik Agama  Islam menerapkan CTL dalam pembelajaran agar Pendidikan agama Islam  tidak hanya memberikan materi sebanyak-banyaknya kepada siswa tetapi  juga mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan  nyata.
Daftar Pustaka
Elaine B. Johnson, Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar mengasyikkan dan Bermakna, terj. Ibnu setiawan, (Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2009)
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran:Berdasarkan Kurikulum Tingkat satan Pendidikan,
Abdul Mujidb & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006)
PP No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
Tim Depag RI, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: DPPTAI, 1981)
Ayumardi Azra dalam  Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002)
Abd. Rachman Assegaf, “Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi”, dalamImam Machali dan Musthofa (Ed.), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2004
http://nalar-langit.blogspot.co.id/2016/01/implementasi-strategi-ctl-dalam.html
http://nalar-langit.blogspot.co.id/2016/01/implementasi-strategi-ctl-dalam.html
Peraturan Menteri pendidikan nasional Republik Indonesia  Nomor   23  tahun 2006 tentang  Standar kompetensi lulusan  Untuk  satuan pendidikan dasar dan menengah
Peraturan  Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
[1]Abd. Rachman Assegaf, “Membangun Format Pendidikan Islam di Era Globalisasi”, dalamImam Machali dan Musthofa (Ed.), Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2004), Cet. I, h. 8-9)
[2] Abu A’la al-Maududi dalam Muzayyim Arifin,, Ilmu Pendidikan Islam,  2003 h.111)
[3]  Lihat kutipan Ayumardi Azra dalam  Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002) cet. IV .h.57
[4] Abdul Mujidb & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 27 
[5]Tim Depag RI, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: DPPTAI, 1981)h. 97-105)
[6] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berdasarkan Kurikulum Tingkata Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2004),h.253
[7] Wina Sanjaya,  Ibid.
[8] Elaine B. Johnson, Contextual Teaching And Learning; Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Terj. Ibnu Setiawan, (Bandung: Mizan Learning Centre, 2009), h.67  
[9]  Lihat Penjelasan lebih lengkap tentang Sitem CTL dalam, Elaine B. Johnson,  Ibid.               
[10] Kata konvensional   diartikan  dengan menurut kebiasaan atau kelaziman. Ini mengandung arti bahwa guru  sering menggunakan pola seperti ini dalam pembelajaran yang berbeda  dengan Pola CTL
[11] Standar kompetensi di atas di ambil dai salah stu kompetensi Pendidikan  Agama Islam di sekolah Menengah, lihat Permen Pendidikan Nasional RI  tentang standar kompetensi lulusan  untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah pada  Mata pelajara pendidikan Agama Islam  
[12] Contoh dengan mata pelajaran Ekonomi  dijelaskan  juga dalam Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran