Sejarah Bank Syari'ah

BAB I
PENDAHULUAN

Manajemen dalam organisasi bisnis (perusahaan) merupakan suatu proses aktivitas penentuan dan pencapaian tujuan bisnis melalui pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumber daya organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi perusahaan yang bersangkutan.
Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berfikir dan kaidah amal (tolak ukur perbuatan) dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya yang menjadi nilai-nilai utama organisasi. Dalam implementasi selanjutnya, nilai-nilai Islam ini akan menjadi payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi sebagai kaidah berfikir, aqidah, dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikikr dan beraktivitas, sedangkan kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolak ukur kegiatan organisasi.
Dengan demikian, orang yang mendambakan keselamatan hidup yang hakiki, akan senantiasa terikat dengan dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena syariah mengikat setiap pelaku keuangan syariah, maka aktivitas perusahaan yang dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syariah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Bank Syariah
Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).

Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRISyariah secara resmi beroperasi. Kemudian PT. Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.
Dua tahun lebih PT. Bank BRISyariah hadir mempersembahkan sebuah bank ritel modern terkemuka dengan layanan fi­nansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna. Melayani nasabah dengan pelayanan prima (service excellence) dan menawarkan beragam produk yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip syariah.

Kehadiran PT. Bank BRISyariah di tengah-tengah industri perbankan nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang mengikuti logo perusahaan. Logo ini menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank modern sekelas PT. Bank BRISyariah yang mampu melayani masyarakat dalam kehidupan modern. Kombinasi warna yang digunakan merupakan turunan dari warna biru dan putih sebagai benang merah dengan brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.,
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi:
1. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:

a. Modal
b. Titipan (Wadi’ah)
c. Investasi (Mudharabah)
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah).
Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.



B. Planning, Organizing, Actuiting, Controlling (P.O.A.C) Pada Bank BRI Syariah
Mengenai  P.O.A.C  manajemen syariah yang  tertuang dalam bank syariah yang telah dijelaskan sejarahnya di atas, sebagai berikut:
a. Planning
Pada penghimpun dana, diantaranya berasal dari modal, titipan (Wadi’ah), investasi. Juga mengenai SDM nya dalam hal ini bank syariah tentunya juga merekrut pegawai yang ahli di bidangnya, selain itu penampilan pun disesuaikan dengan bank syariah bank yang sesuai syar’i.
b. Organizing
Fungsi ini mengfokuskan pada cara agar target-target yang dicanangkan dapat dilaksanakan, yaitu dengan menggunakan “wadah”/perangkat organisasi, yang intinya membentuk suatu sistem kerja terpadu yang terdiri atas berbagai lapisan atau kelompok dan jenis tugas/pekerjaan yang diperlukan.
 c. actuating
Fungsi ini memfokuskan pada bagaimana seorang pemimpin memfokuskan kepemimpinannya terhaddap para karyawannya agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi yang dapat menghalangi terlaksananya perencanaan yang diinginkan.
d. Controlling
pengertian controlling meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan. Dalam hal pengawasan ini secara khusus ad sebuah lembaga yang mengawasinya, adalah  Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan.

  • Pendapat Pribadi Saya ( Junainah )
Dengan demikian, saya menilai kalau P. O. A. C yang berbasis konvensional dan yang berbasis syariah itu tidak jauh berbeda, hanya saja dalam manajemen syariah lebih menekankan pada syar’i. Dalam manajemen syariah di sini membenahi dari manajemen konvensional yang tidak berdasarkan syar’i. Hal yang mungkin kita semua sudah ketahui yaitu mengenai masalah bunga. Dalam bank konvensional sudah jelas disana mengandung bunga dan itu sudah ditetapkan langsung dari bank tersebut. Bunga bank itu merupakan sesuatu yang lebih dari uang yang sebelumnya, karena itu sesuatu yang lebih dinamakan riba dan di dalam Al-Quran QS. Al-Baqarah:276
ß,ysôJtƒ ª!$# (#4qt/Ìh9$# ‘Î/öãƒur ÏM»s%y‰¢Á9$# 3 ª!$#ur Ÿw =Åsム¨@ä. A‘$¤ÿx. ?LìÏOr& ÇËÐÏÈ
276. Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah[177]. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[178].
Dari ayat tersebut jelaslah sudah mengenai riba tersebut.
Pada manajemen syariah hal itu dirubah menjadi bagi hasil yang dalam penerapannya tidak mengandung riba. Dalam manajemen syariah juga mengenai karyawannya sudah jelas mengenakan pakaian yang juga harus sesuai dengan syar’i. Dalam pelaksanaan dari pengorganizingan disana sama seperti bank konvensional lainnya yaitu intinya membentuk suatu sistem kerja terpadu yang terdiri atas berbagai lapisan atau kelompok dan jenis tugas/pekerjaan yang diperlukan. Kemudian lagi pada actuating dan controlling pada actuating memfokuskan pada bagaimana seorang pemimpin memfokuskan kepemimpinannya terhaddap para karyawannya agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi yang dapat menghalangi terlaksananya perencanaan yang diinginkan. Pada controlling, pengawasan ini secara khusus ad sebuah lembaga yang mengawasinya, adalah  Dewan Pengawas Syariah (DPS).
LihatTutupKomentar