MODUL PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK (MODUL 13) KB 3 PPG PAI



PERKEMBANGAN PROSES DAN KETERAMPILAN KOGNITIF  PESERTA DIDIK

A.  Definisi Perkembangan Proses dan Keterampilan Kognitif Peserta Didik Salah satu tujuan pendidikan Islam berupa pendidikan akal (al-ahdaf al-aqliyah) yang mengarah pada perkembangan inteligensi yang berguna mengarahkan manusia sebagai individu untuk dapat menemukan kebenaran yang sebenar-benarnya. Dalam pendidikan Islam, bukan hanya memberikan titik tekan pada hafalan tapi lebih pada proses intelektualitas dan proses pemahaman. (Arief, 2002). Oleh karena itu, dalam modul kali ini, akan dibahas mengenai proses intelegensi atau proses kognitif yang dialami peserta didik. Termasuk penekanan pada pemikiran tingkat tinggi. 

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah.

Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif menjadi empat, yaitu:
1.  Tahap sensorimotorik (0-2 tahun). Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan ruang waktu sekarang saja;
2.  Tahap praoperasional (2-4 tahun). Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih statis, belum dapat berpikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih terbatas;
3.  Tahap operasional konkrit (7-11 tahun) Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi; dan
4.  Tahap operasonal formal (11-15 tahun) Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.

…………………….Tambahkan Gambar  perkembangan kognitif piaget……………

Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan Piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. Perkembangan proses kognitif dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan sistem pemrosesan informasi sebagai alternatif terhadap teori kognitif piaget.

Para pakar psikologi pemrosesan informasi lebih menekankan pentingnya proses-proses kognitif atau menganalisis perkembangan keterampilan kognitif, seperti perhatian, memori, metakognisi dan strategi kognitif.
 
Teori pemrosesan informasi ini setidaknya didasarkan atas tiga asumsi umum:
a.  Pikiran dipandang sebagai suatu sistem penyimpanan dan pengembalian informasi.
b.  Individu-individu memproses informasi dari lingkungan
c.  Terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk memproses informasi dari seorang individu.

Berdasarkan pada asumsi-asumsi diatas, dapat dipahami bahwa teori pemrosesan informasi lebih menekankan bagaimana individu memproses informasi tentang dunia mereka, bagaimana informasi masuk kedalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dan disebarkan, dan bagaimana informasi diambil kembali untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks, seperti memecahkan masalah dan berpikir.  

Salah satu aspek perkembangan kognitif yang sangat penting bagi proses belajar peserta didik di sekolah yaitu keterampilan kognitif, yakni suatu kemampuan menata dan menggunakan pikiran dalam mengolah informasi, baik dalam belajar maupun tidak. Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan keterampilan kognitif sangat diperlukan peserta didik.

Perkembangan keterampilan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan keterampilan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.  Perkembangan keterampilan kognitif meliputi kemampuan metakognitif, strategi kognitf, gaya kognitif, dan pemikiran kritis. 

B.  Karakteristik Kemampuan Proses dan Keterampilan Kognitif

Peserta Didik Sebagaimana pembahasan sebelumnya telah dipahami bahwa proses kognitif dapat diterangkan dengan pendekatan system pemrosesan informasi. Inti dari pendekatan pemrosesan informasi ini adalah proses memori dan proses berpikir. Menurut pendekatan ini, anak-anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks. 

Dalam uraian berikut silahkan Anda perhatikan bahwa beberapa konsep tentang kemampuan kognitif anak yang terkait perkembangan proses kognitifnya, seperti: persepsi, memori dan atensi.

1.  Persepsi

Istilah persepsi berasal dari Bahasa Inggris “perception”, yang diambil dari Bahasa latin “perception”, yang berarti menerima atau mengambil. Dalam kamus Inggris Indonesia kata perception diartikan dengan “penglihatan” atau “tanggapan” (Echols & Shadily, 1997). Menurut Leavitt, (1978), perception dalam artian sempit adalah “penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah “pandangan”, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.Chaplin (2002) mengartikan persepsi sebagai “Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera”. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh dan mengintrepetasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh system alat indera manusia. Meskipun persepsi bergantung pada indra manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan terjadinya proses penyaringan, perubahan atau modifikasi dari stimulus yang ada.  

Persepsi adalah proses kognitif yang kompleks untuk menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang realitas yang barangkali sangat berbeda dengan kenyataan sesungguhnya. Persepsi meliputi suatu interaksi rumit yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama, yaitu: seleksi, penyusunan dan penafsiran.   

Walgito menyatakan bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu yang terjadi dalam tahap-tahap berikut:
a.  Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia.
b.  Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan proses fisiologis, merupakan proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris.
c.  Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan nama proses psikologik, merupakan proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang diterima reseptor.
d.  Tahap ke empat, merupakan hasil yang diperoleh dari proses persepsi yaitu berupa tanggapan dan perilaku.  

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, bahwa proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:
1)  Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan informasi tentang stimulus yang ada.
2)  Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi serta pengorganisasian informasi.
3)  Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan individu. 

Menurut Newcomb, ada beberapa sifat yang menyertai proses persepsi, yaitu:
a)  Konstansi/menetap, dimana individu mempersepsikan seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku yang ditampilkan berbeda-beda.
b)  Selektif, persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis si perseptor.
c)  Proses organisasi yang selektif, beberapa kumpulan informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola menurut cara yang berbeda-beda.

Thoha berpendapat bahwa persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktorfaktor yang berasal dari luar individu yang vmeliputi stimulus itu sendiri, baik sosial maupun fisik. Dijelaskan oleh Robbins bahwa meskipun individu-individu memandang pada satu benda yang sama, mereka dapat mempersepsikannya berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang bekerja untuk membentuk dan terkadang memutar-balikkan persepsi. Faktor-faktor ini dari pelaku persepsi (perceiver), objek atau yang dipersepsikan dan konteks dari situasi dimana persepsi itu dilakukan.

2.  Memori (Ingatan)

Memori adalah system kognitif manusia yang mempunyai fungsi menyimpan informasi atau pengetahuan. Suharna (2005) menyatakan bahwa: “Ingatan atau memori menunjukkan pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu (maintaining information over time)”. Sementara itu, menurut Chaplin (2002), memori adalah keseluruhan pengalaman masa lampau yang dapat diingat kembali. Myers (1996) mendefinisikan memori sebagai: “the persistence of learning over time via storage and retrieval of information.”

SedangkanSantrock (2004) mendefinisikan memori sebagai retensi (ingatan) informasi dari waktu ke waktu, dengan melibatkan encoding (pengkodean), storage (penyimpanan), dan retrieval (pengambilan kembali). Tipe memori dibagi menjadi tiga, yakni
a.  Memori Sensoris (Pencatat Indrawi)  Reseptor adalah komponen-komponen system indrawi untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mencium. Pola aktivitas netral yang dihasilkan (informasi) ketika stimulan mencapai reseptor kemudian diproses melalui pencatatan indrawi hanya sekitar seperempat detik. Meskipun dalam tempo waktu yang sangat singkat, kita berkesempatan menyeleksi informasi guna pemrosesan lebih lanjut. Karena catatan indrawi menghadirkan segala sesuatu secara singkat, maka kita memiliki satu kesempatan untuk memaknainya dan mengorganisirnya melalui persepsi.
b.  Memori Jangka Pendek.   Memori jangka pendek merupakan system memori berkapasitas terbatas dimana informasi hanya dapat dipertahankan sekitar 30 detik., kecuali informasi tersebut diulangi atau diproses lebih lanjut sehingga dapat bertahan lebih lama. 
c.  Memori Jangka Panjang.  Memori jangka panjang merupakan tipe memori yang penyimpanan banyak informasi dalam rentang waktu yang lama secara relative permanen. Selama tahun-tahun usia sekolah, anak-anak menunjukkan perubahan-perubahan penting dalam bagaimana mereka mengorganisasikan dan mengingat informasi. Selama masa awal kanak-kanak, memori jangka pendek mereka telah berkembang dengan baik.Namun, setelah kanak-kanak berusia 7 tahun tidak terlihat adanya peningkatan yang berarti.Cara-cara mereka memproses informasi menunjukkan keterbatasanketerbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Berbeda halnya dengan memori jangka panjang, terlihat adanya peningkatan seiring dengan penambahan usia selama masa usia sekolah. Ini dikarenakan memori jangka panjang sangat bergantung pada kegiatan-kegiatan belajar individu ketika mempelajari dan mengingat informasi.

Dalam suatu studi tentang perkembangan memori, dilaporkan bahwa rentang memori meningkat persamaan dengan bertambahnya usia. Pada usia 2 tahun, anak anak hanya dapat mengingat 2 digit, pada usia 7 tahun meningkat menjadi 5 digit dan 7 digit pada usia 12 tahun. Meskipun pada periode usia sekolah ini tidak terjadi peningkatan yang berarti dalam memori jangka panjang, malah menunjukkan keterbatasan-keterbatasan, selama periode ini mereka berusaha mengurangi keterbatasan-keterbatasan tersebut dengan menggunakan apa yang disebut dengan strategi memori (memory strategy).

Berikut ini akan dijelaskan dua strategi memori yang penting, yaitu :
1)  Imagery (perbandingan)  Adalah tipe dari karakteristik pembayangan dari seseorang (Chaplin, 2002).Perbandingan juga merupakan salah satu strategi memori yang berkembang selama masa pertengahan dan akhir kanak-kanak.Yuille dan Catchpole menyatakan bahwa memori anak-anak kelas satu sekolah dasar meningkat setelah mereka dilatih membentuk perbandingan interaktif.
2)  Retrieval (pemunculan kembali), Adalah proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan (Chaplin, 2002). Pemunculan kembali juga merupakan strategi memori yang banyak digunakan oleh orang dewasa. Perlu juga dipahami bahwa di samping strategi-strategi memori di atas, juga terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi memori anak, seperti tingkat usia, sifat-sifat anak (termasuk sikap, motivasi, dan kesehatan), serta pengetahuan yang telah di peroleh anak sebelumnya.

3.  Atensi (Perhatian ) 

Atensi merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam system kognitif (Parkin, 2000). Menurut Chaplin (2000), atensi adalah konsentrasi terhadap aktivitas mental. Sedangkan Margaret W. Matlin (1994), menggunakan istilah atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas mental, dimana individu mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang menanggapi.  Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi.

Aspek-aspek atensi yang berkembang selama masa bayi ini memiliki arti yang sangat penting selama tahun-tahun prasekolah. Penelitian telah menunjukkan bahwa hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi (dishabituation) jika di ukur pada 6 bulan pertama masa bayi, berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah.

Meskipun begitu, kemampuan anak untuk memusatkan perhatian berubah secara signifikan pada masa itu.Anak-anak prasekolah sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri tugas yang sangat menonjol, seperti kelucuan badut yang menarik perhatian.Para ahli psikologi perkembangan meyakini bahwa perubahan ini mencerminkan suatu pergeseran pengendalian kognitif perhatian sehingga anak-anak bertindak kurang implusif. Aspek Atensi
a.  Reseptor adjustment : penyesuaian alat indra terhadap objek yang menjadi perhatianya
b.  Postural adjustment : penyesuaian sikap tubuh terhadap objek yang menjadi perhatiannya adalah yang menraih perhatianya.
c.  Muscle tention : adanya tegangan otot, dalam hal ini berhubungan dengan adanya perhatian, disitulah adanya pemusatan energy
d.  Central nervous adjustment : penyesuaian saraf pusat dalam melakukan perhatian. Hal ini dikarenakan dalam setiap penyesuaian mekanisme saraf pusat yang mengaturnya.
e.  Increases clearness : semakin jelas objek yang menjadi perhatian, akan semakin menarik perhatian individu.
 
Macam-macam Atensi, yakni:
1)  Dari segi timbulnya perhatian atensi terbagi dua yaitu atensi spontan (perhatian yang timbul dengan sendirinya karena spontan) dan atensi tidak spontan (perhatian yang timbul dengan sengaja).
2)  Dari segi banyak objek yang dicakup yaitu atensi konsentratif (perhatian yang dilakukan pada individu pada suatu waktu dan hanya dapat memperhatikan sedikit objek) dan atensi distributive (perhatian yang dilakukan individu pada suatu waktu dan dapat memperhatikan banyak objek sekaligus).
3)  Dari segi fluktuasi yaitu atensi static (perhatiannya tertuju pada suatu objek tertentu) dan atensi dinamik (perhatian pada individu, yang pada suatu saat tertentu dapat dengan memudahkan perhatiannya secara lincah dari suatu objek ke objek lain).

Faktor yang Mempengaruhi Atensi  Faktor yang mempengaruhi Atensi ada dua yaitu faktor internal berupa Motives / needs, preparatory set (kesiapan untuk berespon), interest (menaruh perhatian pada yang diminati) dan faktor eksternal berupa intensitas dan ukuran, contrast dan novelty, repentition / pengulangan, movement /gerakan. 

C.  Komponen Keterampilan Kognitif Peserta Didik

Antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya mengalami proses kognitif yang sama namun kemampuannya yang berbeda-beda. Begitu pula dengan keterampilan kognitifnya. Itulah salah satu yang menyebabkan tiap peserta didik memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Terdapat beragam kecenderungan kemampuan keterampilan kognitif peserta didik, yakni metakognitif, strategi kognitif, gaya kognitif, dan pemikiran kritis.
 
1.  Metakognitif

Metakognisi (metacognition)  merupakan  sebuah konstruk psikologi yang  kompleks. Untuk  lebih  memahami pengertian dari istilah metakognitif. Metakognitif adalah  pengetahuan dan kesadaran  tentang  proses kognisi atau  pengetahuan tentang pikiran dan cara kerja. Metakognitif merupakan suatu proses menggugah rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses kognitif kita untuk merenungkan proses kognitif kita sendiri. 

Metakognitif  tidak sama dengan kognitif atau proses berpikir (seperti membuat perbandingan, ramalan, menilai, membuat sintesis atau menganalisis). Sebaliknya, metakognitif merupakan suatu kemampuan dimana  individu berdiri diluar kepala dan  mencoba untuk  memahami cara  ia berfikir atau memahami  proses  kognitif yang dilakukan dengan melibatkan komponen-komponen perencanaan (functional planning), pengontrolan (self  monitoring), dan evaluasi (self evaluation). Al Qur’an banyak memberikan contoh proses berfikir guna mengambil kesimpulan terhadap fakta-fakta yang telah dikumpulkan.

Salah satu diantara firman Allah yang dimaksud adalah: Q.S. Al Ghasyiyah (88): 17-20)  ..................tulis ayatnya. “apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Onta diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan. Dan Gunung bagaimana ia tegakkan. Dan Bumi bagaimana ia dihamparkan”. 

Pada ayat ini terdapat konsep mengenai proses penciptaan alam semesta dapat membuktikan bahwa semua itu yang menciptakan yaitu Allah swt. Ini berhubungan dengan ketauhidan fakta keberadaan Allah swt.

Komponen Metakognitif terdiri dari pengetahun metakognisi dan aktivitas kognisi. 

Pertama.Pengetahuan metakognisi meliputi usaha monitoring dan refleksi atas pikiran- pikiran saat ini. Refleksi membutuhkan  pengetahuan faktual  tentang  tugas,  tujuan- tujuan atau diri sendiri dan pengetahuan strategis tentang bagaimana dan kapan  menggunakan prosedur- prosedur tertentu untuk memecahkan  masalah.

Sedangkan aktivitas  metakognitif meliputi penggunaan  self  a wareness dalam  menata dan menyesuaikan strategi yang digunakan selama berpikir dan memecahkan masalah. Menurut John Flavell (1976) pengetahuan metakognitif secara umum dapat dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu:
a.   Variabel Individu, mencakup tentang  person,  manusia (diri sendiri dan juga orang lain), yang mengandung wawasan bahwa manusia, termasuk saya sendiri,  memiliki  keterbatasan  dalam  jumlah informasi yang dapat diproses. Dalam variabel individu ini tercakup pula pengetahuan bahwa kita lebih paham tentang suatu bidang dan lemah dibidang lain.
b.   Variabel Tugas, mencakup pengetahuan tentang tugas- tugas (teks), yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan kita lebih sulit atau lebih muda memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas; dan
c.   Variabel Strategi, mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang  bagaimana  melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi kesulitan. Variabel strategi ini mengandung wawasan seperti beberapa  langkah kognitif  akan menolong saya menyelesaikan sejumlah besar tugas kognitif (mengingat, mengomunikasikan dan membaca).

Kedua.Aktivitas kognisi disebut juga pengaturan kognisi (regulator of cognition) mencakup usaha-usaha siswa memonitor, mengontrol, atau menyusaikan proses kognitifnya dan merespons tuntutan tugas atau perubahan kondisi. Aktivitas kognisi secara tipikal juga dipandang sebagai upaya untuk meregulasi atau menata kognisi yang mencakup perencaan (planning) tentang bagaimana menyelesaikan suatu tugas, menyeleksi strategi kognitif yang akan digunakan, memonitor  keefektifan strategi yang telah dipilih, dan memodifikasi atau mengubah strategi yang digunakan  ketika menemui masalah.
  
2.  Strategi Kognitif

Strategi  kognitif  merupakan salah  satu  kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seseorang peserta didik dalam belajar atau memecahkan  masalah.  Strategi kognitif  merupakan  kemampuan tertinggi dari domain kognitif, setelah analisis, sintesis, dan evaluasi. Proses pembelajaran bukan semata mata proses penyampaian  materi bidang ilmu tertentu saja, sebaliknya yang lebih penting adalah proses pengembangan kemampuan strategi  kognitif  peserta didik. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Pressley kunci pendidikan adalah membantu siswa mempelajari serangkaian strategi yang dapat menghasilkan solusi problem.

Pemikir yang baik menggunakan strategi secara rutin untuk memecahkan masalah. Pemikir yang baik juga tahu kapan dan dimana mesti menggunakan strategi (pengetahuan  metakognitif  tentang  strategi).  Memahami  kapan  dan dimana mesti menggunakan strategi sering muncul dari aktivitas monitoring yang dilakukan siswa terhadap situasi pembelajaran (Santrock,2006). Strategi secara sederhana dapat dibedakan sebagai: “specific methods of approaching a problem or task, modes of operation for achieving a particular end, planned design fo controlling and manipulating certain information” (Brown, 2000).

McDevitt dan Ormond (2002), mendefinisikan strategi kognitif sebagai “specific mental process that people use to acquire or manipulation information,” Jadi , yang dimaksud dengan strategi kognitif adalah proses mental atau kognitif tertentu yang digunakan orang untuk memperoleh atau memanipulasi informasi. Menurut Gagne (dalam Paulina Pannen, dkk, 2001), strategi kognitif adalah kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu siswa dalam proses belajar, proses berpikir,  memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.

Strategi kognitif didasarkan pada paradigma konstruktivisme teori metakognisi dan pengalaman-pengalaman praktis dilapangan. Hakikat dari paradigma konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi. Siswa ideal menurut paradigma ini adalah seorang pelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri (self regular learner). Self regulated learner adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar yang efektif atau biasa disebut academic learning skill, yang dipadu dengan kontrol diri dan motivasi yang tetap terpelihara.

Istilah strategi kognitif telah digunakan dalam berbagai bidang, seperti konseling dan terapi, dengan maksud sebagai strategi untuk membantu klien keluar dari permasalahan yang dihadapinya. Dalam bidang pembelajaran, strategi kognitif sering juga disebut sebagai strategi belajar dan memecahkan masalah. Strategi belajar disini dapat diartikan sebagai:”general methods or tecniques taht help in solving a varietyof problems” (Seifer & Hoffung, !994), atau “specifit methods of learning information”. Strategi belajar dengan demikian adalah metode-metode atau teknik-teknik tertentu yang digunakan untuk dapat membantu siswa memgpelajari informasi baru dan memecahkan berbagai masalah secara lebih efektif.

Terdapat berbagai jenis strategi kognitif yang digunakan oleh peserta didik dalam belajar dan memecahkan masalah, yaitu:
a.  Chunking Strategi chunking dilakukan dengan cara mengorganisasikan  materi secara sistematis melalui proses mengurutkan, mengklasifikasikan, dan menyusun. Strategi ini dipandang dapat membantu peserta didik dalam mengelolah informasi yang sangat banyak atau proses yang sangat kompleks.
b.  Spatial Strategi spatial merupakan strategi untuk menunjukkan hubungan antara satu hal dengan hal yang lain. Strategi ini meliputi strategi pembingkaian (framing), dan pemetaan kognitif (congnitive mapping). c. Multipurpose Multipurpose merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain reharsal, imagery, dan mnemonics.

3.  Gaya Kognitif

Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam penggunaan fungsi kognitif (berfikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi, dan seterusnya) yang bersifat konsisten dan berlangsung lama. Menurut Woolfolk (1995), didalam gaya kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat, mengenal, dan mengorganisir informasi. Setiap individu akan memilih cara yang lebih disukai dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respons terhadap stimuli lingkungannya. Kemungkinan, ada individu yang memberikan respons lebih cepat, tetapi ada pula yang lebih lambat. Cara-cara memberi respons terhadap stimuli ini berkaitan erat dengan sikap dan kualitas personal.

Gaya kognitif merupakan pola yang terbentuk dari cara individu memproses informasi, yang cenderung stabil dan dicapai dalam jangka waktu yang cukup lama, meskipun ada kemungkinan untuk berubah. Dengan demikian, gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar, yakni sifatsifat fisiologis, kognitif, dan afektif yang relatif tetap, yang menggambarkan bagaimana peserta didik menerima, berinteraksi dan merespon lingkungan belajar, atau semacam kecenderungan umum, sengaja atau tidak, dalam  memproses informasi dengan menggunakan cara-cara tertentu.

Singkatnya, dalam pengertian daya belajar, gaya kognitif dapat diartikan sebagai ciri khas individual peserta didik dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar. Para ahli psikologi dan pendidikan berbeda pendapat dalam mengemukakan bentuk-bentuk gaya kognitif yang digunakan oleh peserta didik.

Berikut ini akan dibahas beberapa gaya kognitif yang paling banyak didiskusikan oleh para ahli.
a.  Gaya Impulsif dan Reflektif Gaya impulsif dan reflektif menunjukkan tempo kognitif atau kecepatan berpikir. Menurut Santrock (1998), impulsivity is a cognitive style in which individuals act before they think. Sedangkan reflection is a cognitive style in which individuals think before they act, usually scanning information carefully and slowly. Dibandingkan dengan peserta didik yang impulsif, peserta didik yang reflektif lebih mungkin melakukan tugas-tugas seperti: mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan memahami dan menginterpretasikan teks, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
b.  Field Dependence dan Independence Gaya Field Dependent (FD) dan Field Indepence (FI) merupakan tipe gaya kognitif yang mencerminkan cara analisis seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Individu dengan gaya field dependent cenderung menerima suatu pola sebagai suatu keseluruhan. Mereka sulit memfokuskan pada satu aspek dari suatu situasi, atau menganalisa pola menjadi bagian-bagian yang berbeda. Sebaliknya, individu dengan gaya Field Independent lebih menerima bagian-bagian terpisah dari pola menyeluruh dan mampu menganalisa pola kedalam komponen-komponennya.

Dalam situasi sosial, individu yang field dependent umumnya lebih tertarik  mengamati kerangka situasi sosial, memahami wajah/cinta orang lain, tertarik pada pesan-pesan verbal dengan social content, lebih memperhitungkan kondisi sosial eksternal sebagai feeling dan memiliki sikap.  Uraian diatas menunjukkan bahwa individu dengan gaya kognitif Field Indepence lebih baik dari individu Field Dependent. Bahkan hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa peserta didik yang memiliki gaya kognitif Field Indepence lebih unggul daripada gaya kognitif Field Dependent dalam perolehan belajar. Tetapi, individu dengan Field Dependent memiliki kemampuan lebih dalam menganalisis informasi yang kompleks, yang tak terstruktur dan mampu mengorganisasinya untuk memecahkan masalah.

Dalam Islam, Al-Qur’an memberi tuntunan agar manusia bukan saja memperhatikan kandungan informasi yang diterima (Q.S. Al-Isra (17): 36), (Q.S. Az Zumar (39): 18) dan penerima informasi (Q.S. Al-Najam (53): 28), (Q.S. Al-Hujurat (49): 12). Menurut Arief (2007) hal itu disebabkan karena banyak informasu yang memiliki arah dan tujuan yang beragam: (1) Informasi yang benar, ada yang positif dan negatif, baik disampaikan dengan serius dan canda; (2) Informasi yang salah, ada yang disengaja (bohong) dan ada juga yang disampaikan dengan tidak sengaja (keliru); (3) Omong Kosong, ada yang bernilai atau memiliki faedah, dan ada juga yang tidak bisa dimengerti sama sekali.  Profil guru Pendidikan Agama Islam menekankan bahwa guru PAI harus mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan sebagai guru PAI yang professional melalui refleksi diri, pencarian informasi baru, penelitian dan inovasi. Dengan demikian sangat jelas tuntutan guru PAI untuk selalu mencari informasi dan menchek kebenarannya.
  
4.  Pemikiran Kritis

Merupakan kemapuan untuk berpikir secara logis, reflektif, dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang baik. Berpikir kritis berarti merefleksikan permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), serta beppikir secara reflektif ketimbang hanya menerima ide-ide dari luar tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan.

Jadi, sekalipun istilah “kritis” tidak merujuk pada pemikiran, tetapi pemikiran yang mendalam akan menghasilkan pengetahuan atau wawasan baru dan memberikan sebuah landasan bagi kualitas inteligensi. Pemikiran kritis merupakan suatu bagian dari kecakapan praktis, yang dapat membantu dalam memahami bagaimana alat-alat yang belum dikenal mengalami kerusakan, bagaimanamenyusun istilah-istilah karya ilmiah, bagaimana menyelesaikankonflik pribadi dengan seorang teman, atau bagaimana mengambil keputusan tentang jenis karir apa yang akan digeluti (Seifert & Hoffnung,1994). Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan kalau Galotti (dalam santrock 1998) menempatkan critical thinking is a very important aspect of everyday reasoning, (pemikiran kritis sebagai salah satu aspek penting dalam penalaran sehari-hari).

Dengan alasan demikian, Santrock (1998) menegaskan “critical thinking can and should be used not just in the classroom, but outside it as well’’ (pemikiran kritis dapat dan harus digunakan tidak hanya di dalam kelas, melainkan juga di luar kelas). Dalam Islam pun secara jelas Allah swt selalu menganjurkan untuk menggunakan pemikiran rasional bahkan memberikan penghargaan kepada manusia. Ungkapan menghargaan tersebut terulang sebanyak 780 kali. Salah satu diantaranya adalah ayat: Q.S Al-Baqarah (2): 269).

........................................tulis arab dan artinya Dalam ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan menggunakan memikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya tangkap sehingga peserta didik ataupun guru terlatih untuk terus berfikir menggunakan kemampuan berfikirnya. 

Pierce and associates (dalam Dacey & Kenny, 1997), menyebutkan beberapa karakteristik yang diperlukan dalam pemikiran kritis atau membuat pertimbangan, yaitu: (1) kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pengamatan; (2) kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi; (3) kemampuan untuk berpikir secara deduktif; (4) kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis; dan (5) kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi mana yang lemah dan yang kuat.

Sementara itu, Seifert & Hoffnung,(1994) menyebutkan beberapa komponen pemikiran kritis, yaitu:
a.  Basic operations of reasoning. Untuk berpikir secara kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan, mengeneralisasi, menarik kesimpulan deduktif, dan merumuskan langkah-langkah logis lainnya secara mental. 
b.  Domain-specific knowledge. Dalam menghadapi suatu problem, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang topic atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik pribadi, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang person dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut.
c.  Metacognitive knowledge. Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan ia memerlukan informasi baru, dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut.
d.  Values, beliefs, and dispositions. Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara fair dan objektif. Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada solusi. Ini juga berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang persisten dan reflektif ketika berpikir.

Menurut Beyer (dalam M. Nur & Prima Retno Wikandari, 2000), setidaknya terdapat 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan peserta didik dalam mengajukan argumentasi atau membuat pertimbangan yang absah(valid), yaitu:
1)  Keterampilan membedakan fakta-fakta yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilainilai yang sulit diverifikasi (diuji kebenarannya).
2)  Membedakan antara informasi, tuntunan atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan.
3)  Menentukan kecermatan factual (kebenaran) dari suatu pernyataan.
4)  Menentukan kredibilitas (dapat dipercaya) dari suatu sumber. 
5)  Mengidentifikasi tuntutan atau argument yang mendua.
6)  Mengidentifikasi asusmsi yang tidak dinyatakan.
7)  Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan).
8)  Mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika.
9)  Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur penalaran.
10)  Menentukan kekuatan suatu argument atau tuntutan. Dalam pendidikan Islam, menurut Mahmud Yunus (dalam Arief, 2012) guru harusnya mengajak peserta didik upaya berfikir dan berijtihad, dan tidak semata-mata menerima materi yang disampaikan guru. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa dalam agama Islam, kita sudah sejak awal dituntun untuk selalu berfikir kritis.
  
D.  Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Perkembangan kognitif, secara umum dipengaruhi dua factor utama, yakni hereditas dan lingkungan. Menurut Ali dan Asrori (2012) pengaruh kedua faktor itu tidak terpisah secara sendiri sendiri melainkan saling terhubung. 
1.  Faktor hereditas Semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial, anak telah membawa kemungkinan kecenderungan intelektualnya pada taraf tertentu. Namun potensi ini tidak bisa berkembang tanpa adanya peran lingkungan. Misalnya anak tersebut terlahir dari keluarga yang otaknya cerdas namun anak ini tidak mendapatkan stimulasi atau pendidikan maka kecerdasannya itu tidak akan nampak.
2.  Faktor lingkungan Terdapat dua faktor lingkungan yang sangat besar peranannya yakni keluarga dan sekolah. Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk berfikir. Begitu pula di sekolah. Peran guru sangat menentukan perkembangan kognitif anak. Semakin banyak stimulasi yang diberikan maka semakin berkembang pula kognitif dari peserta didik tersebut. 

Dari referensi yang berbeda didapatkan bahwa faktor yang memengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.  Faktor hereditas/keturunan teori ini yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer, berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensipotensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
b.  Faktor lingkungan teori ini empirisme dipelopori oleh john locke. Locke berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam keaadaan suci seperti kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan atau noda sedikit pun.
c.  Faktor kemantangan tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
d.  Faktor pembukaan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang memengaruhi perkembangan inteligensi.
e.  Faktor minat dan bakat minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. 
f.  Faktor kebebasan yaitu keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahakan masalah-masalah,juga bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya.  

E.  Implikasi Perkembangan Proses dan Keterampilan Kognitif dalam Pembelajaran

Arief (2002) mengatakan bahwa inti prinsip pemakaian metodologi pendidikan agama Islam dibagi:
1.  pengenalan yang utuh terhadap peserta didik: umur, kepribadian, dan tingkat kemampuan mereka,
2.  Berstandar kepada tujuan, oleh karena metode diaplikasikan untuk mencapai tujuan,
3.  menegakkan uswah hasanah (contoh tauladan yang baik) terhadap peserta didik. 

Dalam perspektif pemrosesan informasi, pembelajaran dipandang sebagai proses pemasukan informasi ke dalam memori, mempertahankan, dan kemudian mengungkapkannya kembali untuk tujuan tertentu di kemudian hari. Bagaimana peserta didik menyimpan, menyebarkan informasi, dan mengambil kembali informasi untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas belajar yang kompleks, jelas adanya proses kognitif, seperti persepsi, atensi, memori, dan sebagainya.  Anak-anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks, dalam hal ini, guru lebih dipandang sebagai pembimbingkognitif sehingga peserta didik mampu mengembangkan proses-proses kognitifnya untuk memahami tugas akademik.

Dalam pendidikan Islam, menurut Muhtar Yahya (Arief, 2002) bahwa salah satu prinsip penggunaan metode pendidikan Islam adalah Prinsip At-Tadarruj Fi Talqien sebagaimana Al Gazali menyebutkan “berilah pelajaran kepada anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan mereka”. Atas dasar pemikiran bahwa anak didik memiliki tingkatan-tingkatan kematangan dalam berfikir, maka setiap pendidik seyogianya mempertimbangkan metode mana yang tepat diaplikasikan sesuai dengan tingkat berfikir anak didik. 

Berikut ini akan dikemukakan beberapa  strategi  yang dapat digunakan  guru dalam membantu peserta didik mengembangkan proses-proses kognitifnya.
a.  Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan meminimalkan gangguan.Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting.
b.  Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau petunjuk sendiri atau memahami satu kalimat yang perlu mereka perhatikan.Gunakan komentar instruksional, seperti.”baik, mari kita diskusikan …….. sekarang perhatikan.”Dan buat pembelajaran menjadi menarik.
c.  Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagian dari pengajaran di kelas.Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajaran lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan perhatian.
d.  Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau berpindah pada satu setting berbeda.Ubah jalur indrawi dengan memberi satu pelajaran yang mengharuskan peserta didik menyentuh, membuai, atau merasakan.
e.  Hindari perilaku yang membingungkan dan dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam, bukan mengingat sepintas lalu. 
f.  Bantu peserta didik menata informasi yang akan dimasukkan ke dalam memori, serta memahami dan mengombinasikan informasi.
g.  Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonic   

Berikut ini upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan keterampilan kognisi peserta didik:
1)  Guru harus mengajar dan menganjurkan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
2)  Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana menggunakan strategi untuk mempelajari tugas tugas baru dan sulit, penelitian tentang pelatihan strategi (strategy training) menunjukkan bahwa terjadinya kemajuan belajar secara subtansial setelah peserta didik mengikuti  training strategi di sekolah (Seiffer & Hofnung,1994)
3)  Menunjukkan strategi belajar dan mendorong peserta didik untuk menggunakan strateginya sendiri
4)  Mengidentifikasi situasi situasi di mana suatu strategi memungkinkan utuk digunakan 
5)  Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk belajar sendiri dengan sedikit atau tanpa bantuan dari guru 
6)  Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan menolong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbutan belajar yang efektif 
7)  Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar mandiri, yakni melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang harus dilakukan, memecahkan masalah sendiri, tanpa tergantung pada orang lain
8)  Memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengakses hasil belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah dikerjakannya dan apa yang belum diketahuinya.

Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya.

Teori perkembangan kognitif, menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, yaitu tahap sensorimotorik (usia 0-2 tahun), para operasional (3-6 tahun), operasional kongkret (7 – 11 tahun) dan operasional formal (12 tahun ke atas), sedangkan Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak.

Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.  Salah satu aspek perkembangan kognitif yang sangat penting bagi proses belajar peserta didik di sekolah yaitu proses kognitif peserta didik terdiri dari persepsi, memori dan atensi. Selain itu juga terdapat keterampilan kognitif, yakni suatu kemampuan menata dan menggunakan pikiran dalam mengolah informasi, baik dalam belajar maupun tidak. Perkembangan keterampilan kognitif meliputi kemampuan metakognitif, strategi kognitf, gaya kognitif, dan pemikiran kritis.  Dalam Islam pun secara jelas Allah swt selalu menganjurkan untuk menggunakan pemikiran rasional bahkan memberikan penghargaan kepada manusia.

RANGKUMAN

Ungkapan menghargaan tersebut terulang sebanyak 780 kali. Salah satu diantaranya adalah ayat: Q.S Al-Baqarah (2): 269). Dalam ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan menggunakan memikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya tangkap sehingga peserta didik ataupun guru terlatih untuk terus berfikir menggunakan kemampuan berfikirnya. Dengan semikian guru harusnya mengajak peserta didik upaya berfikir dan berijtihad, dan tidak semata-mata menerima materi yang disampaikan guru.  Perkembangan kognitif, secara umum dipengaruhi dua factor utama, yakni hereditas dan lingkungan. Pengaruh kedua faktor itu tidak terpisah secara sendiri sendiri melainkan saling terhubung. Pertama. Faktor hereditas terjadi semenjak dalam kandungan, anak telah memiliki sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial, anak telah membawa kemungkinan kecenderungan intelektualnya pada taraf tertentu. Kedua. Faktor lingkungan, yang sangat besar peranannya yakni keluarga dan sekolah. Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak dan menjadi alat bagi anak untuk berfikir. Begitu pula di sekolah. Peran guru sangat menentukan perkembangan kognitif anak. Semakin banyak stimulasi yang diberikan maka semakin berkembang pula kognitif dari peserta didik tersebut.  Dalam pendidikan Islam, menurut Muhtar Yahya (Arief, 2002) bahwa salah satu prinsip penggunaan metode pendidikan Islam adalah Prinsip At-Tadarruj Fi Talqien sebagaimana Al Gazali menyebutkan “berilah pelajaran kepada anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan mereka”. Atas dasar pemikiran bahwa anak didik memiliki tingkatan-tingkatan kematangan dalam berfikir, maka setiap pendidik seyogianya mempertimbangkan metode mana yang tepat diaplikasikan sesuai dengan tingkat berfikir anak didik.    

SUMBER : PPG.SIAGAPENDIS.COM



LihatTutupKomentar