PENGEMBANGAN DAN PENGOLAHAN TES HASIL BELAJAR
A. Pengembangan Tes Hasil Belajar
1. Penyusunan Tes Hasil Belajar
Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pengembangan tes hasil atau prestasi belajar siswa adalah sebagai berikut:
a. Menyusun spesifikasi tes Spesifikasi tes mencakup : menentukan tujuan tes, menyusun kisi-kisi tes, memilih bentuk tes, menentukan panjang tes. Dan kisi-kisi tes memenuhi persyaratan berikut: a) mewakili isi kurikulum yang akan diujikan, b) komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami, c) indikator soal harus jelas dan dapat dibuat soalnya sesuai dengan bentuk soal yang telah ditetapkan. Bentuk tes, ada dua yaitu tes obyektik dan tes uraian. Panjang tes ditentukan berdasarkan cakup atau keluasan materi.
b. Menulis soal Penulisan soal merupakan langkah menjabarkan indikator menjadi pertanyaan butirbutir soal. Menulis soal sesuai dengan indikator kisi-kisi, indikator sesuai dengan kompetensi dasar.
c. Menelaah soal tes, Setelah soal disusun perlu dilakukan telaah atas soal-soal tersebut. Diperlukan untuk memperbaiki soal-soal yang diamati terdapat kekurangan. Butir-butir yang disusun diamati dari segi konstruksi, content (isi) dan bahasanya.
d. Melakukan ujicoba tes Setelah dinilai baik secara konstruksi, isi dan bahasa, maka selanjutnya dilakukan proses uji coba ke lapangan, dengan tujuan agar mendapatkan data empirik tentang kualitas butir soal yang disusun.
e. Melakukan analisis butir soal Berdasarkan hasi uji coba instrumen, maka dapat diketahui kualitas butir soal yang ada dan selanjutnya dapat dilakukan proses klasifikasi butir untuk ditindaklanjuti.
f. Memperbaiki tes Berdasarkan hasil dari analisis butir soal maka dapat diketahui butir-butir soal yang sudah baik, yang belum baik atau harus diperbaiki dan butir-butir yang wajib dikeluarkan dari instrumen. Dan butir-butir yang belum baik dapat diperbaiki untuk dimasukan kembali menjadi seperangkat instrumen.
g. Merakit tes Setelah dilakukan analisis butir soal dan memperbaikinya, langkah selanjutnya adalah merakit butir-butir soal tersebut menjadi satu kesatuan, sehingga menjadi satu alat ukur instrumen final.
h. Pelaksanakan tes Setelah mendapatkan instrumen tes yang berkualitas maka selanjutnya diberikan kepada testee (siswa) .
i. Menafsirkan hasil tes Hasil tes yang didapatkan dari siswa dalam bentuk data kuantitatif yaitu dalam bentuk sekor, dan kemudian sekor ditafsirkan menjadi nilai.
2. Analisis Butir Soal
Analisis butir soal yaitu menganalisis butir dari taraf sukar, daya beda, fungsi distractor. Taraf sukar menganalisis bagaimana tingkat kesukaran soal apakah terlalu sukar atau sebaliknya dan daya beda menganalisis apakah butir soal tersebut mempunyai kemampuan untuk membedakan antara siswa yang rajin belajar dan yang malas belajar, sedangkan fungsi distractor mempunyai fungsi sebagai pengecoh terhadap siswa yang malas belajar. Bila dilakukan analisis butir soal maka akan menghasilkan butir-butir soal yang berkualitas sehingga dapat dihindari ketidakwajaran sekor yaitu apabila sekor testee (siswa) berbeda dengan sekor wajar baginya. Testee yang seharusnya memperoleh sekor yang tinggi ternyata memperoleh sekor yang rendah. Dan sebaliknya testee yang seharusnya memperoleh sekor rendah ternyata memperoleh sekor tinggi.
a. Analisis butir soal secara kualitatif Sebelum dilakukan analisis butir soal secara empririk atau uji coba instrumen ke lapangan maka dilakukan analisis butir soal secara teoretik atau rasional yaitu meliputi analisis secara konstruksi, content (isi) dan bahasa. Apakah butir yang disusun mewakili indikator, dan indikator mewakili kompetensi dasar (KD), dan KD jabaran dari kompetensi inti (KI), kemudian jika secara konstruksi, content dan bahasa sudah baik, maka dapat dilanjutkan kepada uji coba ke lapangan. Dan analisis butir soal secara rasional atau secara kualitatif dapat dilakukan oleh para panel dan pakar yang ahli di bidangnya.
b. Analisis butir soal secara empirik Setelah dilakukan analisis butir soal secara kualitatif selanjutnya dilakukan proses uji coba instrumen ke lapangan, yang kemudian dianalisis taraf sukar, daya beda dan fungsi distraktor. Untuk lebih jelasnya akan di jelaskan sebagai berikut.
1) Bentuk Soal Obyektif
a) Tingkat kesukaran
Proposi testee yang menjawab benar disebut tingkat kesukaran atau taraf sukar. Tingkat kesukaran soal berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00, artinya tingkat kesukaran soal paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00. Tingkat kesukaran 0,00 menunjukan bahwa butir soal tersebut termasuk sukar, artinya tidak ada seorang testeepun yang menjawab betul dari butir soal tersebut. Sedangkan tingkat kesukaran 1,00 menunjukan bahwa butir soal tesrsebut terlalu mudah artinya seluruh testee dapat menjawab betul dari butir soal tersebut. Tingkat kesukaran soal dapat diperoleh melalui perhitungan dengan rumus:
P = R
T
Keterangan :
P = tingkat kesukaran butir soal
R = jumlah yang menjawab benar
T = Jumlah seluruh peserta tes
Kriteria tingkat kesukaran | Klasifikasi |
0,00 - 0,30 | Sukar |
0,31 - 0,70 | Sedang |
0,71 - 1,00 | Mudah |
TESTE | BUTIR | |||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | Xt | |
A | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 1 | 4 |
B | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 4 |
C | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 4 |
D | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 4 |
E | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 4 |
F | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 7 |
G | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 4 |
H | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 2 |
I | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 3 |
J | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 2 |
N=10 | 7 | 9 | 5 | 6 | 5 | 3 | 1 | 36 |
P | 0,7 | 0,9 | 0,5 | 0,6 | 0,5 | 0,3 | 0,1 | |
Q | 0,3 | 0,1 | 0,5 | 0,4 | 0,5 | 0,7 | 0,9 | |
TKT KESUKARAN | SEDANG | MUDAH | SEDANG | SEDANG | SEDANG | SUKAR | SUKAR |
Dalam kaitannya dengan hasil analisis butir soal dari tingkat kesukaran, ada pendapat menyatakan bahwa soal-soal yang dianggap baik adalah soal-soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang sedang. Adapun soal-soal yang sangat sukar ada tiga kemungkinan tindak lanjut yaitu: (1) Butir soal tersebut didrop (dikeluarkan) dan tidak digunakan lagi dalam tes- tes hasil belajar yang akan datang. (2) Diteliti ulang, dianalisis sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan butir soal tersebut terlalu sukar untuk dijawab oleh testee. Kemudian setelah dilakukan perbaikan kembali, butir-butir soal tersebut dapat digunakan kembali dalam tes hasil belajar yang akan datang. (3) Butir soal yang sangat sukar dapat diambil manfaatnya yaitu dapat digunakan pada tujuan penyelenggaraan tes yang sifatnya sangat ketat.
b) Daya Pembeda
Daya pembeda soal yang baik adalah butir soal yang dapat membedakan antara kelompok atas yaitu kelompok testee yang berkemampuan tinggi (rajin belajar) dan kelompok bawah yaitu kelompok testee yang berkemampuan rendah (malas belajar). Daya pembeda soal dapat diukur melalui selisih proporsi jawaban betul pada testee kelompok atas dan kelompok bawah. Indeks daya pembeda soal berkisar antara -1 sampai dengan +1.
Indeks daya pembeda bertanda plus ( positif ) hal ini merupakan petunjuk bahwa butir soal tersebut sudah memiliki daya pembeda, dalam arti testee yang berada pada kategori kemampuan tinggi (kelompok atas) lebih banyak dapat menjawab betul terhadap butir sol tersebut, sedangkan testee yang berada pada kategori kemampuan rendah (kelompok bawah) lebih banyak menjawab salah. Jika indeks daya pembeda 0,00, keadaan ini menunjukkan bahwa butir soal tidak memiliki daya pembeda sama sekali. Adapun jika indeks daya pembeda bertanda minus ( negatif ), keadaan ini menunjukkan bahwa butir soal tersebut lebih banyak dijawab betul oleh testee kelompok bawah dari pada kelompok atas. Daya pembeda soal obyektif diperoleh melalui perhitungan dengan menggunkan rumus:
Rumus : D = FT1 (X=1) - FR1 ( X=1)
MT MR
Keterangan:
D = Daya Beda
FTI = Kelompok Tinggi
FRI = Kelompok Rendah
MT = Jumlah responden kelompok tinggi
MR = Jumlah responden kelompok rendah
Indeks | Daya pembeda | Interpertasi |
Kurang dari 0,20 | Poor | Daya pembeda lemah |
0,20-0,39 | Satisfactory | Daya pembeda yang cukup/ sedang |
0,40-0,69 | Good | Daya pembeda yang baik |
0,70-1,00 | Excelen | Daya pembeda yang cukup baik |
Bertanda negatif | Daya pembeda negatif/ jelek |
Klasifikasi indeks daya pembeda soal di atas sebagai acuan bagi tester pada saat menentukan status butir soal sehingga dapat diputuskan langkah selanjutnya untuk hasil analisis butir soal (daya pembeda soal). Contoh perhitungan daya pembeda soal obyektif:
TESTE | BUTIR | |||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | Xt | |
A | 1 | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 1 | 4 |
B | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 4 |
C | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 4 |
D | 1 | 1 | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 4 |
E | 0 | 1 | 0 | 1 | 1 | 1 | 0 | 4 |
F | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 7 |
G | 1 | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 4 |
H | 0 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 2 |
I | 1 | 1 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 3 |
J | 1 | 0 | 1 | 0 | 0 | 0 | 0 | 2 |
N=10 | 7 | 9 | 5 | 6 | 5 | 3 | 1 | 36 |
No Butir | FTI | FRI | MT | MR | DAYA BEDA |
1 | 5 | 2 | 5 | 5 | 5/5-2/5=0,6 BAIK |
2 | 5 | 4 | 5 | 5 | 5/5-4/5=0,2 CUKUP |
3 | 4 | 1 | 5 | 5 | 4/5-1/5=0,6 BAIK |
4 | 5 | 1 | 5 | 5 | 5/5-1/5= 0,8 BAIK SEKALI |
5 | 4 | 1 | 5 | 5 | 4/5-1/5= BAIK |
6 | 3 | 0 | 5 | 5 | 3/5-0/5= BAIK |
7 | 1 | 0 | 5 | 5 | 1/5-0/5=0,2 CUKUP |
Dalam kaitannya dengan hasil analisis butir soal yaitu daya beda soal, ada pendapat menyatakan bahwa soal-soal yang dianggap baik adalah soal-soal yang mempunyai klasifikasi sedang, baik dan baik sekali. Sedangkan jika hasil hitung daya beda soal menghasilkan butir soal pada klasifikasi lemah, ada dua kemungkinan tindak lanjut yaitu ditelusuri untuk kemudian diperbaiki atau di keluarkan (dibuang). Dengan menghitung tingkat kesukaran dan daya beda soal tester dapat mengetahui kualitas butir soal yang disusun, sehingga dapat dihindari ketimpangan sekor dalam bentuk ketidakwajaran sekor. Selain dari ketidakwajaran sekor dalam ketimpangan sekor terdapat bias butir. Dua hal tersebut yaitu ketidakwajaran sekor dan bias butir dapat dihindari jika didalam proses penyusunan instrumen dilakukan analisis butir soal secara kualitatif dan analisis butir soal secara kuantitatif. Serta dilakukan analisis perangkat soal yaitu uji validitas dan uji reliabilitas. Karena instrumen yang valid akan mengukur apa yang hendak diukur sesuai dengan materi atau kisi-kisi instrumen, sehingga dapat diketahui apakah instrumen atau alat ukur tersebut sudah melakukan fungsi ukurnya dengan baik, sedangkan instrumen yang reliabel akan mengukur sesuai dengan keadaan sebenarnya dari testee dalam arti tester dapat memperoleh data atau informasi yang tepat tentang kemampuan atau keadaan sebenarnya dari testee tersebut.
c) Fungsi Distraktor
Fungsi pengecoh terdapat pada tes objektif dalam bentuk alternatif pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban dalam tes obyektif berkisar antara 3 sampai 5buah, dan dari kemungkinan jawaban yang terpasang pada setiap butir item itu salah satunya adalah jawaban betul dan sisanya adalah jawaban salah, jawaban salah dikenal dengan istilah pengecoh atau distractor. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik (testee) yang menjawan salah. Distraktor berfungsi jika : (1) Sekurang kurangnya dipilih oleh 5% peserta tes atau siswa (2) Lebih banyak dipilih oleh kelompok bawah Contoh :
OPTION | ||||||
NO | KUNCI | A | B | C | D | XT |
1 | B | 2 | 7 | 1 | 0 | 10 |
2 | C | 0 | 0 | 9 | 1 | 10 |
3 | A | 5 | 2 | 1 | 2 | 10 |
4 | D | 2 | 2 | 0 | 6 | 10 |
5 | B | 1 | 5 | 4 | 0 | 10 |
6 | C | 2 | 2 | 3 | 3 | 10 |
7 | A | 1 | 3 | 3 | 3 | 10 |
NO | KUNCI | OPTION | |||
JAWABAN | A | B | C | D | |
1 | B | 20% | jawaban | 10% | 0% |
2 | C | 0% | 0% | jawaban | 10% |
3 | A | jawaban | 20% | 10% | 20% |
4 | D | 20% | 20% | 0% | jawaban |
5 | B | 10% | jawaban | 40% | 0% |
6 | C | 20% | 20% | jawaban | 30% |
7 | A | jawaban | 30% | 30% | 30% |
Rumus
Distraktor = Jumlah Jawaban X 100%
Jumlah Siswa
Contoh : 2 x 100 = 20 %
10
2) Bentuk soal Uraian
a) Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal dipergunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesukaran suatu soal. Tingkat kesukaran berkisar antara 0 sampai dengan 1. Makin besar tingkat kesukaran maka makin mudah soal begitu pula sebaliknya. Tingkat kesukaran soal dapat diperoleh melalui perhitungan dengan rumus:
TK = Mean
Skor Maksimum
TK = tingkat kesukaran soal uraian
Mean = rata-rata sekor testee
Sekor Maksimum = sekor maksimum yang ada pada pedoman pensekoran
Kriteria tingkat kesukaran | Klasifikasi |
0,00 – 0,30 | Sukar |
0,31 – 0,70 | Sedang |
0,71 – 1,00 | Mudah |
Contoh perhitungan tingkat kesukaran soal:
Ada enam orang siswa mengerjakan lima soal tes bentuk uraian. Sekor yang diperoleh enam orang siswa tersebut adalah:
Nama | Butir soal | Skor total | |||
1 | 2 | 3 | 4 | ||
Andri | 9 | 10 | 12 | 10 | 41 |
Maryam | 10 | 15 | 15 | 13 | 53 |
Fatimah | 5 | 6 | 7 | 5 | 23 |
Arief | 7 | 8 | 6 | 4 | 25 |
Gozali | 4 | 5 | 6 | 3 | 18 |
Kiren | 8 | 12 | 14 | 7 | 41 |
Skor maksimal | 10 | 15 | 20 | 25 | |
Mean | 7,17 | 9,33 | 10 | 7 | |
Tingkat kesukaran | 0,72 | 0,62 | 0,50 | 0,28 |
Dengan melalui perhitungan di atas, diperoleh hasil perhitungan tingkat kesukaran soal sebagai berikut:
Nomor Butir Soal | Tingkat Kesukaran | Status Butir |
1 | 0, 72 | Mudah |
2 | 0, 62 | Sedang |
3 | 0, 50 | Sedang |
4 | 0, 28 | Sukar |
b) Daya Beda
Indeks yang menunjukan tingkat kemampuan butir soal yang membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang berprestasi rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes. Daya pembeda soal dapat diukur melalui selisih proporsi jawaban betul pada testee kelompok atas dan kelompok bawah. Indeks daya pembeda soal berkisar antara -1 sampai dengan +1. Daya pembeda soal uraian diperoleh melalui perhitungan dengan menggunkan rumus:
DP = Mean A (kel. Atas) – Mean B (Kel. Bawah) Sekor Maksimum
DP = daya pembeda soal uraian
Mean A = rata-rata sekor testee kelompok atas
Mean B = rata-rata sekor testee kelompok bawah
Sekor maksimum = sekor maksimum yang ada pada pedoman pensekoran.
Berikut ini indeks daya pembeda soal :
Indeks Daya Pembeda | Klasifikasi | Interpertasi |
Kurang dari 0, 20 | Poor | Daya pembeda lemah |
0, 20 – 0, 39 | Satisfactory | Daya pembeda yang cukup (sedang) |
0, 40 – 0, 69 | Good | Daya pembeda yang baik |
0, 70 – 1,00 | Excellent | Daya pembeda yang baik sekali |
Bertanda negatif | Daya pembeda negatif (jelek sekali) |
Klasifikasi indeks daya pembeda soal di atas sebagai acuan bagi tester pada saat menentukan status butir soal. Contoh perhitungan daya pembeda soal :
Nama | Butir Soal | Skor Total | Kelompok | |||
1 | 2 | 3 | 4 | |||
Maryam | 10 | 15 | 15 | 13 | 53 | Atas |
Arief | 9 | 10 | 12 | 10 | 41 | Atas |
Andri | 8 | 12 | 14 | 7 | 41 | Atas |
Fatimah | 7 | 8 | 6 | 4 | 25 | Bawah |
Kiren | 5 | 6 | 7 | 5 | 23 | bawah |
Gozali | 4 | 5 | 6 | 3 | 18 | Bawah |
Skor maksimal | 10 | 15 | 20 | 25 | ||
Mean Kel Atas | 9 | 12,33 | 13,67 | 10 | ||
Mean Kel Bawah | 5 | 6 | 6,33 | 4 | ||
Daya Pembeda | 0,37 | 0,40 | 0,37 | 0,24 |
Dengan melalui perhitungan daya pembeda soal di atas, diperoleh hasil hitung sebagai berikut:
Nomor Butir Soal | Daya Pembeda | Status Butir |
1 | 0, 37 | Sedang |
2 | 0, 40 | Baik |
3 | 0, 37 | Sedang |
4 | 0, 24 | Sedang |
3) Analisis Perangkat Soal
Analisis perangkat soal dimaksud yaitu validitas dan reliabilitas instrumen. Instrumen yang berkualitas adalah instrumen yang valid dan reliabel. Instrumen yang valid yaitu sahih, yang mampu mengukur sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sedangkan reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya yang memiliki daya keajegan yang tinggi.
a) Pengujian Validitas Tes Hasil Belajar
Validitas suatu instrumen didalamnya mempermasalahkan apakah tes atau instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Penganalisisan tes hasil belajar dapat dilakukan melalui validitas rasional dan validitas emprik.
b) Pengujian Tes Secara Rasional
Validitas rasional diperoleh atas dasar hasil pemikiran, atau berdasarkan hasil pemikiran yang logis. Apabila secara rasional setelah dianalisis bahwa tes hasil belajar tersebut secara rasional memang benar-benar telah dapat mengukur apa yang hendak diukur. Untuk dapat mengetahui bahwa instrumen alat ukur tersebut sudah memiliki validitas rasional atau belum maka dapat dilakukan melalui validitas isi dan validitas konstruk (susunan)
(1) Validitas Isi; Validitas isi untuk mengetahui sejauh mana suatu tes mampu mengukur tingkat penguasaan terhadap isi atau materi tertentu sesuai dengan tujuan pengajaran atau sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan proposional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut, maksudnya tes dapat representatif mewakili keseluruhan materi yang diujikan atau materi yang seharusnya dikuasai secara proposioanal.
(2) Validitas Konstruk; Validitas Konstruk adalah untuk mengetahui sejauh mana butir-butir instrumen mampu mengukur apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual. Validitas konstruk didalamnya mengukur variabel-variabel konsep dan perumusan konstruk dimulai berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis.
B. Pengolahan Hasil Penilaian Tes Hasil Belajar
1. Pengolahan hasil penilaian tes tertulis
Hasil penilaian tes tertulis adalah skor yang diperoleh peserta didik dari hasil tes yang diikuti peserta didik, apakah itu pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, jawaban singkat, uraian. Teknik pemberian skor untuk tes tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tes Bentuk Pilihan Ganda Cara menskor tes bentuk pilihan ganda ada dua, yaitu: pertama tanpa menerapkan sistem denda, dan yang kedua adalah dengan menerapkan sistem denda.
1) Tanpa menerapkan sistem denda
S = R
Diketahui :
S : Sekor yang sedang dicari
R : Right (jumlah jawaban betul)
Contoh:
Tes dengan jumlah soal sebanyak 50 butir dan banyaknya jawaban yang benar ada 30. Maka sekor yang didapat adalah 30.
2) Penskoran dengan menerapkan denda
W
S = R - -----------
O - 1
S : Sekor yang sedang dicari
R : Right (jumlah jawaban betul)
W : Wrong (jumlah jawaban salah)
O : Banyaknya option (pilihan) yang terdapat pada soal
1 : Bilangan konstan (tetap)
Contoh : Soal dengan bentuk pilihan ganda terdiri dari 40 butir. Jumlah pilihan (option) jawaban sebanyak 4 pilihan, jumlah jawaban yang benar 30, jumlah jawaban salah 12, dan tidak dijawab 8, maka skor yang diperoleh adalah:
12
S = 30 - -----------
4 - 1
= 30 – 4
= 26
Dapat pula dengan menggunakan rumus :
S = T – 2W
T = Jumlah soal dalam tes.
W = Jumlah jawaban salah
S = 50 – 2 (12) = 26
b. Tes bentuk jawaban singkat dan menjodohkan
Pemberian skor untuk kedua bentuk tes ini umumnya tidak memperhitungkan sangsi berupa denda, rumus yang digunakan adalah :
S = R
Contoh: Tes bentuk jawaban singkat dengan jumlah soal sebanyak 50 butir. Banyaknya jawaban yang benar ada 28. Maka skor yang dicapai adalah 28.
c. Tes obyektif bentuk matching, fill in, dan completion, perhitungan skor akhirnya pada umumnya tidak memperhitungkan sistem denda
Dalam tes obyektif soal ada yang menggunakan bobot sebagaimana contoh soal obyektif dengan bobot dapat diamati dalam tabel berikut ini :
No Urut | Bentuk Tes Obyektif | Jumlah Butir Soal | Bobot | Jumlah |
01-10 | Benar – Salah | 10 | 1 | 10 |
11-30 | Pilihan Ganda | 20 | 1 ½ | 30 |
31-45 | Menjodohkan | 15 | 2 | 30 |
46-55 | Isian (Fill In) | 10 | 3 | 30 |
TOTAL | 55 | 100 |
d. Tes Uraian
Pada umumnya tes uraian menggunakan sistem bobot ( weight) yang diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar taraf kesukarannya, atau atas dasar banyak sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban.
Contoh:
Tes uraian yang mempunyai lima butir soal, dan penyusun soal menetapkan bahwa kelima butir soal tersebut mempunyai taraf kesukaran yang sama dan unsur-unsur yang terdapat pada setiap butir soal dibuat sama banyaknya. Setiap butir soal diberi skor 10, dan apabila ada siswa (testee) menjawab secara lengkap dengan betul masing-masing butir diberi skor 10, jika betul separoh diberi skor 5, dan seterusnya. Total skor yang dicapai siswa adalah jumlah dari skor pada tiap-tiap butir soal. Misalnya Ghozali, soal nomor 1 memperoleh skor 7, soal nomor 2 memperoleh 5, soal nomor 3 memperoleh 4, soal nomor 4 memperoleh 10, dan soal nomor 5 memperoleh 4. Maka skor yang dicapai Ghozali adalah 7 + 5 + 4 + 10 + 4 = 30. Maka Nilai yang diperoleh peserta didik jika betul semua, adalah :
Nilai = Sekor Sesungguhnya X 100
Sekor Maksimum Ideal
= 30 x 100
50
= 60
Selanjutnya contoh soal obyektif dan uraian yang menggunakan bobot adalah sebagaimana dalam tabel berikut ini:
No Urut | Bentuk Tes Obyektif | Jumlah Butir Soal | Bobot | Jumlah |
01-10 | Benar – Salah | 10 | 1 | 10 |
11-30 | Pilihan Ganda | 20 | 2 | 40 |
31-32 | Uraian Tertutup | 2 | 5 | 10 |
33-34 | Uraian Tertutup | 2 | 10 | 20 |
35 | Uraian Terbuka | 1 | 20 | 20 |
TOTAL | 55 | 100 |
2. Pengolahan hasil penilaian unjuk kerja
Berdasarkan hasil penilaian unjuk kerja siswa maka diperoleh data atau sekor yang menunjukan kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi yang menunutut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti praktik sholat, praktik membaca alQur’an, praktik berwudhu, dan lain-lain. Dapat dicontohkan tentang kemampuan membaca al-Qur’an :
Skala Kemampuan Membaca al-Qur’an
No | Nama | Aspek Yang Diamati | Jumlah | |||
A | B | C | D | |||
1 | Maryam | 5 | 4 | 4 | 3 | 16 |
2 | Kiren | 5 | 5 | 4 | 3 | 17 |
3 | Mansur | 4 | 5 | 4 | 5 | 18 |
Dst |
Keterangan:
Aspek yang diamati:
A. = Kemampuan melafalkan bacaan hukum nun mati atau tanwin (bacaan idhar, idghom bighunnah, idghom bilaghunnah, ikhfa’ dan iqlab)
B. = Kemampuan melafalkan suatu bacaan sesuai dengan makharijul huruf
C. = Kemampuan melafalkan bacaan mad (panjang-pendek)
D. = Kemampuan melafalkan bacaan qolqolah
Pedoman Penskoran:
Sangat baik : 5
Baik : 4
Cukup : 3
Kurang : 2
Sangat kurang : 1
Selanjutnya menentukan nilai yang dicapai peserta didik adalah sebagai berikut :
Nilai = Sekor Sesungguhnya X 100
Sekor Maksimum Ideal
Keterangan :
Sekor sesuangguhnya : Sekor yang dicapai siswa Sekor
Maksimum Ideal : Sekor yang dicapai jika dijawab semua dengan benar
100 : Skala yang dipakai, yakni skala dari rentangan mulai dari 0 sampai dengan 100
Contoh nilai yang didapat oleh Maryam adalah:
Jawab:
N = 16 x 100
20
= 80
Berati nilai yang didapat Maryam adalah 80.