Prinsip Oprasional Perbangkan Syari'ah

A.  Pendahuluan
Bank Syariah dalam menjalankan usahanya tidak dapat dipisahkan dari konsep-konsep syariah yang mengatur produk dan operasionalnya. Konsep dasar syariah akan dijadikan pijakan dalam mengembangkan produk bank syariah. Oleh karena itu, dalam makalah ini disusun untuk memberikan wacana mengenai konsep dasar syariah dalam pengembangan produk bank syariah.[1]

  1. Pembahasan
    1. Pengertian Prinsip Syariah
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan (penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya). Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga Dewan Syariah Nasional (DSN) yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.(UU No. 21 tahun 2008 tentang PerbankanSyariah).[2]


  1. 2.        Prinsip Operasional Perbankan Syariah
Prinsip syariah yang dipakai sebagai landasan operasional     Bank Syariah diantaranya:
  1. Bebas dari Bunga (riba). Dalam pengertian ini bunga dianggap sama dengan riba.
  2. Bebas dari kegiatan spekulatif non produktif (judi: maysir)
Dalam artian tidak diperkenankan dalam system syariah seseorangmelakukan sesuatu yang bersifat spekulatif, dengan keuntungan besar serta risiko yang besar.
  1. Bebas dari hal-hal meragukan (gharar)
1)      Menjual barang yang belum ditangan penjual,
2)      Penjualan barang yang sulit dipindah tangankan,
3)      Penjualan yang belum ditentukan harga, jumlah dan kualitasnya,
4)      Penjualan yang menguntungkan satu pihak saja.
  1. d.       Bebas dari hal-hal rusak (batil)
1)      Jual beli barang-barang psikotropika,
2)      Produk-produk yang merusak lingkungan.

Adapun perbedaan prinsip antara Sistem Konvensional dan Sistem Syariah:
No.
Pokok-pokok Perbedaan
Sistem Konvensional
Sistem Syariah
1.
Dasar perjanjian penentuan bunga/imbalanTidak berdasarkan keuntungan/kerugianBerdasarkan keuntungan/kerugian
2.
Dasar perhitungan bunga/imbalanPersentase tertentu dari total dana yang dipinjamkanBesarnya nisbah (bagi hasil) didasarkan atas jumlah keuntungan yang diperoleh nasabah
3.Kewajiban pembayaran bunga
  1. Harus terus dilakukan meskipun usaha nasabah rugi.
  2. Besarnya pembayaran bunga tetap, meskipun keuntungan nasabah lebih  besar.
  3. Dilakukan jika nasabah untung, jika rugi ditanggung bersama.
  4. Besarnya imbalan berubah sesuai keuntungan.

4.Persyartan jaminanBerupa barang/harta nasabahTidak mutlak
5.Objek pembiayaanJenis usaha tidak dibedakan asal memenuhi persyaratanJenis usaha yang dibiayai harus sesuai syariah
6.Pandangan sistem syariah terhadap sistem bungaPengenaan bunga kepada debitur dianggap haramPembayaran imbalan berdasarkan bagi hasil sifatnya


  1. 3.    Prinsip Dasar Kegiatan Usaha BankSyariah
  2. Prinsip Titipan (al-wadi’ah)
1)             Wadiah yad amanah (trustee depository)
Barang titipan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan atau tidak diberikan izin oleh pemilik barang.
2)             Wadiah yad dhomanah (guarantee depository)
Barang titipan dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan.
Dasar hukum al-Wadiah adalah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan), kepada yang berhak menerimanya.(Q.S Al-Nisa’: 58)
  1. Prinsip Bagi Hasil (profit sharing)
1)             Al-Mudharabah
Merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
a)      Muthlaqah (cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi)
b)      Muqayyadah (dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara dan obyek investasi )[3]
Dasar hukum mudharabah:
“Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah Swt”. (Q.S Al-Muzammil: 20)[4]
2)             Al-Musyarakah
Menurut fiqih ada 2 (dua) bentuk musyarakah, yaitu:
a)    Terjadinya secara otomatis disebut syarikah Amlak
b)    Terjadinya atas dasar kontrak disebut syarikah Uqud
Syarikah Uqud ada 5 jenis, yaitu:
  • Syirkah Inan
–             Besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota harus sama,
–             Masing-masing anggota berhak penuh aktif dalam pengelolaan perusahaan,
–             Pembagian keuntungan bisa dilakukan menurut besarnya modal dan bisa berdasarkan persetujuan.
  • Syirkah Mufadhah
–             Kesamaan penyertaan modal masing-masing anggota,
–             Setiap anggota harus aktif dalam pengelolaan usaha,
–             Pembagian keuntungan maupun kerugian ditentukan menurut persetujuan.
  • Syirkah Wujuh
–             Para anggota hanya mengandalkan wibawa dan nama baik mereka, tanpa menyertakan modal,
–             Pembagian keuntungan maupun kerugian ditentukan menurut persetujuan.
  • Syirkah Abdan
–             Pekerja atau usahanya berkaitan,
–             Menerima pesanan dari pihak ketiga,
–             Keuntungan dan kerugian dibagi menurut perjanjian.
  • Syirkah Mudharabah
  1. c.       Prinsip Jual Beli (al-tijarah)
1)             Al-Murabahah
Merupakan persetujuan jual-beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok dan ditambah dengan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan.[5]
2)             Salam
Merupakan prinsip jual beli suatu barang tertentu antara pihak penjual dan pembeli sebesar harga pokok ditambah nilai keuntungan yang disepakati, dimana waktu penyerahan barang dilakukan dikemudian hari sementara penyerahan uang dilakukan dimuka( secaratunai)[6]
3)             Istishna
Menyerupai salam, tetapi dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan dalam beberapa kali (cicilan).[7] Sementara untuk penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.[8]
  1. Prinsip Sewa (al-ijarah)
1)      Ijarah (sewamurni)
b.Ijarah al muntahiya bit tamlik ( penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa )
Ada juga instrument lain juga yang merupakan bagian dari sewa, yakni:
  • Al-Ta’jiri
Dimana dalam perjanjian ini setelah berakhir masa sewa, pemilik barang menjual barang tersebut kepada penyewa dengan harga yang disetujui kedua belah pihak.
  1. Prinsip Jasa (fee based service)
1)             Al- Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu.
2)             Al-Kafalah
Dimana jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga (3) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (2) atau yang ditanggung.
3)             Al-Hawalah
Merupakan pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
4)             Al-Rahn
Dimana menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
5)             Al-Qardh
Dimana pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.[9]

  1. C.  Simpulan
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan (penyimpanan dana dan/ atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya). Prinsip syariah yang dipakai sebagai landasan operasional Bank Syariah diantaranya: Bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif non produktif (judi: maysir), bebas dari hal-hal meragukan (gharar), bebas dari hal-hal rusak (batil). Prinsip dasar kegiatan usaha bank, yaitu:
1. Prinsip Titipan (al-wadi’ah)
Wadiah yad amanah (trustee depository), dan wadiah yad dhomanah (guarantee depository)
2. Al-Mudharabah
Muthlaqah (cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi) dan muqayyadah (dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara dan obyek investasi)
3. Al-Musyarakah
4. Prinsip Jual Beli (al-tijarah)
Al-Murabahah,  Salam dan Istishna

5.Prinsip Sewa (al-ijarah)
a. Ijarah (sewa murni)
b. Ijarah al muntahiya bit tamlik

6. Prinsip Jasa (fee based service)
Al-Wakalah, Al-Kafalah, Al-Hawalah, Rahn, dan al-Qardh




DAFTAR PUSTAKA

  1. Buku:
Karim, Adiwarman, Bank Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 2006.

Suhendi, Hendi,  Fiqih Muamalah, Jakarta: RajawaliPres, 2011.
M. Sulhan, dkk, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, Malang: UIN-Malang Press, 2008.

Zulkifli,Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003.
  1. Internet:
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=348758591891780&id=335251819909124html
http://makalah-update.blogspot.com/2013/02/prinsip-prinsip-syariah-sebuah-bankhtml


                                [1] Dalam https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=348758591891780&id=335251819909124 diaksespada 29 September 2013

                [3] M. Sulhan, dkk, Manajemen Bank  Konvensional dan Syariah, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 127-129.
                [4] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, ( Jakarta: Rajawali Pres, 2011), h. 135.
                [5] M. Sulhan, dkk,Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, Op.Cit, h.127-129
                [6] Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), h. 41
[7] Karim, Adiwarman, Bank Islam, ( Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006), h. 100
                [8] Sunarto Zulkifli,Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Op.Cit, h. 41.
                [9] M. Sulhan, dkk, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 127-129.
LihatTutupKomentar